7/18/2011

Selingkuh Dengan Ami

Aku sedang menonton televisi di kamarku ketika Fay keluar dari kamar
mandi mengenakan baju tidur. Hm.. dia pasti habis cuci muka dan
bersih-bersih sebelum tidur. Di kamar tidur kami memang terdapat kamar
mandi dan televisi, sehingga aku menonton televisi sambil tiduran. Fay
berbaring di sampingku, dan memejamkan matanya. Lho? Dia langsung mau
tidur nih! Padahal aku sejak tadi menunggu dia. Lihat saja, si “ujang”
sudah bangun menantikan jatahnya.

“Fay! Kok langsung tidur sih?”
“Mm..?”
Fay membuka matanya. Lalu ia duduk dan menatapku. Kemudian ia tersenyum
manis. Woow.. burungku semakin mengeras. Fay mendekatkan wajahnya ke
wajahku. Tangannya yang lembut halus membelai wajahku. Jantungku
berdetak cepat. Kurangkul tubuhnya yang mungil dan hangat. Terasa nyaman
sekali. Fay mencium pipiku. “Cupp..!”
“Tidur yang nyenyak yaa..” katanya perlahan.
Lalu ia kembali berbaring dan memejamkan matanya. Tidur! Nah lho? Sial
benar. Cuma begitu saja? Aku terbengong beberapa saat.
“Fay! Faayy..!” aku mengguncang-guncang tubuhnya.
“Umm.. udah maleem.. Fay ngantuk niih..”
Kalau sudah begitu, percuma saja. Dia tidak akan bangun. Padahal aku
sedang birahi tinggi dan butuh pernyaluran. Si “ujang” masih tegang dan
penasaran minta jatah.
Begitulah Fay. Sebagai istri, dia hampir sempurna. Wajah dan fisiknya
enak dilihat, sifatnya baik dan menarik. Perhatiannya pada kebutuhanku
sehari-hari sangat cukup. Hanya saja, kalau di tempat tidur dia sangat
“hemat”. Nafsuku terbilang tinggi. Sedangkan Fay, entah kenapa
(menurutku) hampir tidak punya nafsu seks. Tidak heran meskipun sudah
lebih setahun kami menikah, sampai saat ini kami belum punya anak. Untuk
pelampiasan, aku terkadang selingkuh dengan wanita lain. Fay bukannya
tidak tahu. Tapi tampaknya dia tidak terlalu mempermasalahkannya.
Nafsuku sulit ditahan. Rasanya ingin kupaksa saja Fay untuk melayaniku.
Tapi melihat wajahnya yang sedang pulas, aku jadi tidak tega. Kucium
rambutnya. Akhirnya kuputuskan untuk tidur sambil memeluk Fay. Siapa
tahu dalam mimpi, Fay mau memuaskanku? Hehehe..
Esoknya saat jam istirahat kantor, aku makan siang di Citraland Mall.
Tidak disangka, disana aku bertemu dengan Ami, sahabatku dan Fay semasa
kuliah dahulu. Kulihat Ami bersama dengan seorang wanita yang mirip
dengannya. Seingatku, Ami tidak punya adik. Ternyata setelah kami
diperkenalkan, wanita itu adalah adik sepupu Ami. Fita namanya. Heran
juga aku, kok saudara sepupu bisa semirip itu ya? Pendek kata, akhirnya
kami makan satu meja.
Sambil makan, kami mengobrol. Ternyata Fita seperti juga Ami, tipe yang
mudah akrab dengan orang baru. Terbukti dia tidak canggung mengobrol
denganku. Ketika aku menanyakan tentang Joe (suami Ami, sahabatku semasa
kuliah), Ami bilang bahwa Joe sedang pergi ke Surabaya sekitar dua
minggu yang lalu untuk suatu keperluan.
“Paling juga disana dia main cewek!” begitu komentar Ami.
Aku hanya manggut-manggut saja. Aku kenal baik dengan Joe, dan bukan hal
yang aneh kalau Joe ada main dengan wanita lain disana. Saat Fita
permisi untuk ke toilet, Ami langsung bertanya padaku.
“Van, loe ama Fay gimana?”
“Baek. Kenapa?”
“Dari dulu loe itu kan juga terkenal suka main cewek. Kok bisa ya akur
ama Fay?”
Aku diam saja.
Aku dan Fay memang lumayan akur. Tapi di ranjang jelas ada masalah.
Kalau dituruti nafsuku, pasti setiap hari aku minta jatah dari Fay. Tapi
kalau Fay dituruti, paling hebat sebulan dijatah empat atau lima kali!
Itu juga harus main paksa. Seingatku pernah terjadi dalam sebulan aku
hanya dua kali dijatah Fay. Jelas saja aku selingkuh! Mana tahan?
“Kok diem, Van?” pertanyaan Ami membuyarkan lamunanku.
“Nggak kok..”
“Loe lagi punya masalah ya?”
“Nggaak..”
“Jujur aja deh..” Ami mendesak.
Kulirik Ami. Wuih, nafsuku muncul. Aku jadi teringat saat pesta di rumah
Joe. Karena nafsuku sudah sampai ke ubun-ubun, maka akal sehatku pun
hilang.
“Cerita doong..!” Ami kembali mendesak.
“Mi.., loe mau pesta “assoy” lagi nggak?” aku memulai. Ami kelihatan kaget.
“Eh? Loe jangan macem-macem ya Van!” kecam Ami.
Aduh.., kelihatannya dia marah.
“Sorry! Sorry! Gue nggak serius.. sorry yaa..” aku sedikit panik.
Tiba-tiba Ami tertawa kecil.
“Keliatannya loe emang punya masalah deh.. Oke, nanti sore kita ketemu
lagi di sini ya? Gue juga di rumah nggak ada kerjaan.”
Saat itu Fita kembali dari toilet. Kami melanjutkan mengobrol sebentar,
setelah itu aku kembali ke kantor.
Jam 5 sore aku pulang kantor, dan langsung menuju tempat yang
dijanjikan. Sekitar sepuluh menit aku menunggu sebelum akhirnya telepon
genggamku berdering. Dari Ami, menanyakan dimana aku berada. Setelah
bertemu, Ami langsung mengajakku naik ke mobilnya. Mobilku kutinggalkan
disana. Di jalan Ami langsung menanyaiku tanpa basa-basi.
“Van, loe lagi butuh seks ya?”
Aku kaget juga ditanya seperti itu. “Maksud loe?”
“Loe nggak usah malu ama gue. Emangnya Fay kenapa?”
Aku menghela nafas. Akhirnya kuputuskan untuk mengeluarkan uneg-unegku.
“Mi.. Fay itu susah banget.. dia bener-bener pelit kalo soal begitu. Loe
bayangin aja, gue selalu nafsu kalo ngeliat dia. Tapi dia hampir nggak
pernah ngerespon. Kan nafsu gue numpuk? Gue butuh penyaluran dong!
Untung badannya kecil, jadi kadang-kadang gue paksa dia.”
Ami tertawa. “Maksudnya loe perkosa dia ya? Lucu deh, masa istri sendiri
diperkosa sih?”
“Dia nggak marah kok. Lagi gue perkosanya nggak kasar.”
“Mana ada perkosa nggak kasar?” Ami tertawa lagi. “Dan kalo dia nggak
marah, perkosa aja dia tiap hari.”
“Kasian juga kalo diperkosa tiap hari. Gue nggak tega kalo begitu..”
“Jadi kalo sekali-sekali tega ya?”
“Yah.. namanya juga kepepet.. Udah deh.. nggak usah ngomongin Fay lagi ya?”
“Oke.. kita juga hampir sampe nih..”
Aku heran. Ternyata Ami menuju ke sebuah apartemen di Jakarta Barat.
Dari tadi aku tidak menyadarinya.
“Mi, apartemen siapa nih?”
“Apartemennya Fita. Pokoknya kita masuk dulu deh..”
Fita menyambut kami berdua. Setelah itu aku menunggu di sebuah kursi,
sementara Fita dan Ami masuk ke kamar. Tidak lama kemudian Ami
memanggilku dari balik pintu kamar tersebut. Dan ketika aku masuk, si
“ujang” langsung terbangun, sebab kulihat Ami dan Fita tidak memakai
pakaian sama sekali. Mataku tidak berkedip melihat pemandangan hebat
itu. Dua wanita yang cantik yang wajahnya mirip sedang bertelanjang
bulat di depanku. Mimpi apa aku?
“Kok bengong Van? Katanya loe lagi butuh? Ayo sini..!” panggil Ami lembut.
Aku menurut bagai dihipnotis. Fita duduk bersimpuh di ranjang.
“Ayo berbaring disini, Mas Ivan.”
Aku berbaring di ranjang dengan berbantalkan paha Fita. Kulihat dari
sudut pandangku, kedua bagian bawah payudara Fita yang menggantung
mempesona. Ukurannya lumayan juga. Fita langsung melucuti pakaian
atasku, sementara Ami melucuti pakaianku bagian bawah, sampai akhirnya
aku benar-benar telanjang. Batang kemaluanku mengacung keras menandakan
nafsuku yang bergolak.
“Gue pijat dulu yaa..” kata Ami.
Kemudian Ami menjepit kemaluanku dengan kedua payudaranya yang montok
itu. Ohh.., kurasakan pijatan daging lembut itu pada kemaluanku. Rasanya
benar-benar nyaman. Kulihat Ami tersenyum kepadaku. Aku hanya mengamati
bagaimana kedua payudara Ami yang sedang digunakan untuk memijat batang
penisku.
“Enak kan, Van?” Ami bertanya.
Aku mengangguk. “Enak banget. Lembut..”
Fita meraih dan membimbing kedua tanganku dengan tangannya untuk
mengenggam payudaranya. Dia membungkuk, sehingga kedua payudaranya
menggantung bebas di depan wajahku.
“Van, perah susu gue ya?” pintanya nakal.
Aku dengan senang hati melakukannya. Kuperah kedua susunya seperti
memerah susu sapi, sehingga Fita merintih-rintih.
“Ahh.. awww.. akh.. terus.. Van.. ahh.. ahh..”
Payudara Fita terasa legit dan kenyal. Aku merasa seperti raja yang
dilayani dua wanita cantik. Akhirnya Ami menghentikan pijatan
spesialnya. Berganti tangan kanannya menggenggam pangkal si “ujang”.
“Dulu diwaktu pesta di rumah gue, kontol loe belum ngerasain lidah gue
ya?” kata Ami, dan kemudian dengan cepat lidahnya menjulur menjilat si
“ujang” tepat di bagian bawah lubangnya.
Aku langsung merinding keenakan dibuatnya. Dan beberapa detik kemudian
kurasakan hangat, lembut, dan basah pada batang kemaluanku. Si “ujang”
telah berada di dalam mulut Ami, tengah disedot dan dimainkan dengan
lidahnya. Tidak hanya itu, Ami juga sesekali mengemut telur kembarku
sehingga menimbulkan rasa ngilu yang nikmat. Sedotan mulut Ami
benar-benar membuatku terbuai, apalagi ketika ia menyedot-nyedot ujung
kemaluanku dengan kuat. Enaknya tidak terlukiskan. Sampai kurasakan alat
kelaminku berdenyut-denyut, siap untuk memuntahkan sperma.
“Mi.. gue.. udah mau.. ke.. luar..”
Ami semakin intens mengulum dan menyedot, sehingga akhirnya kemaluanku
menyemprotkan sperma berkali-kali ke dalam mulut Ami. Lemas badanku
dibuatnya. Tanganku yang beraksi pada payudara Fita pun akhirnya
berhenti. Ami terus mengulum dan menyedot kemaluanku, sehingga
menimbulkan rasa ngilu yang amat sangat. Aku tidak tahan dibuatnya.
“Aahh.. Ami.. udahan dulu dong..!”
“Kok cepet banget keluar?” ledeknya.
“Uaah.., gue kelewat nafsu sih.. maklum dong, selama ini ditahan terus.”
aku membela diri.
“Oke deh, kita istirahat sebentar.”
Ami lalu menindih tubuhku. Payudaranya menekan dadaku, begitu kenyal
rasanya. Nafasnya hangat menerpa wajahku. Fita mengambil posisi di
selangkanganku, menjilati kemaluanku. Gairahku perlahan-lahan bangkit
kembali. Kuraba-raba kemaluan Ami hingga akhirnya aku menemukan daging
kenikmatannya. Kucubit pelan sehingga Ami mendesah perlahan. Kugunakan
jari jempol dan telunjukku untuk memainkan daging tersebut, sementara
jari manisku kugunakan untuk mengorek liang sanggamanya. Desahan Ami
semakin terdengar jelas. Kemaluannya terasa begitu basah. Sementara itu
Fita terus saja menjilati kemaluanku. Tidak hanya itu, Fita
mengosok-gosok mulut dan leher si “ujang”, sehingga sekali lagi bulu
kudukku merinding menahan nikmat.
Kali ini aku merasa lebih siap untuk tempur, sehingga langsung saja aku
membalik posisi tubuhku, menindih Ami yang sekarang jadi telentang. Dan
langsung kusodok lubang sanggamanya dengan batang kemaluanku. Ami
mendesis pendek, lalu menghela nafasnya. Seluruh batang kemaluanku
terbenam ke dalam rahim Ami. Aku mulai mengocok maju mundur. Ami
melingkarkan tangannya memeluk tubuhku. Fita yang menganggur melakukan
matsurbasi sambil mengamati kami berdua yang sedang bersatu dalam
kenikmatan bersetubuh. Ami mengeluarkan jeritan-jeritan kecil, sampai
akhirnya berteriak saat mencapai puncak kenikmatannya, berbeda denganku
yang lebih kuat setelah sebelumnya mencapai orgasme.
Kucabut batang kemaluanku dari vagina Ami, dan langsung kuraih tubuh
Fita. Untuk mengistirahatkan si “ujang”, aku menggunakan jari-jariku
untuk mengobok-obok vagina Fita. Kugosok-gosok klitorisnya sehingga Fita
mengerang keras. Kujilati dan kugigit lembut sekujur payudaranya, kanan
dan kiri. Fita meremas rambutku, nafasnya terengah-engah dan memburu.
Setelah kurasakan cukup merangsang Fita, aku bersedia untuk main course.
Fita nampaknya sudah siap untuk menerima seranganku, dan langsung
mengambil doggy style. Vaginanya yang dihiasi bulu-bulu keriting nampak
sudah basah kuyup. Kumasukkan kemaluanku ke dalam liang kenikmatannya
dengan pelan tapi pasti. Fita merintih-rintih keras saat proses
penetrasi berlangsung. Setelah masuk seluruh penisku, kudiamkan beberapa
saat untuk menikmati kehangatan yang diberikan oleh jepitan vagina Fita.
Hangat sekali, lebih hangat dari milik Ami. Setelah itu kumulai menyodok
Fita maju mundur.
Fita memang berisik sekali! Saat kami melakukan sanggama,
teriakan-teriakannya terdengar kencang. Tapi aku suka juga mendengarnya.
Kedua payudaranya bergelantungan bergerak liar seiring dengan gerakan
kami. Kupikir sayang kalau tidak dimanfaatkan, maka kuraih saja kedua
danging kenyal tersebut dan langsung kuremas-remas sepuasnya. Nafsuku
semakin memuncak, sehingga sodokanku semakin kupercepat, membuat Fita
semakin keras mengeluarkan suara.
“Aaahh.. Aaahh.. Gue keluaar.. Aaah..” teriak Fita dengan lantang.
Fita terkulai lemas, sementara aku terus menyetubuhinya. Beberapa saat
kemudian aku merasa mulai mendekati puncak kepuasan.
“Fit.. gue mau keluar nih..”
Fita langsung melepaskan kemaluannya dari kemaluanku, dan langsung
mengulum kemaluanku sehingga akhirnya aku memuntahkan spermaku di dalam
mulut Fita, yang ditelan oleh Fita sampai habis.
Aku berbaring, capek. Nikmat dan puas sekali rasanya. Ami berbaring di
sisiku. Payudaranya terasa lembut dan hangat menyentuh lengan kananku.
Fita masih membersihkan batang kemaluanku dengan mulutnya.
“Gimana Van? Puas?” Ami bertanya.
“Puas banget deh.. Otak gue ringan banget rasanya.”
“Gue mandi dulu ya?” Fita memotong pembicaraan kami.
Lalu ia menuju kamar mandi.
“Gue begini juga karena gue lagi pengen kok. Joe udah dua minggu pergi.
Nggak tau baliknya kapan.” Ami menjelaskan.
“Nggak masalah kok. Gue juga emang lagi butuh sih. Lain kali juga gue
nggak keberatan.”
“Huss! Sembarangan loe. Gue selingkuh cuma sekali-sekali aja, cuma
pengen balas dendam ama Joe. Dia suka selingkuh juga sih! Beda kasusnya
ama loe!”
Aku diam saja. Ami bangkit dari ranjang dan mengingatkanku.
“Udah hampir setengah delapan malem tuh. Nanti Fay bingung lho!”
Aku jadi tersadar. Cepat-cepat kukenakan pakaianku, tanpa mandi terlebih
dahulu. Setelah pamit dengan Fita, Ami mengantarku kembali ke Citraland.
Disana kami berpisah, dan aku kembali ke rumah dengan mobilku. Di rumah,
tentu saja Fay menanyakan darimana saja aku sampai malam belum pulang.
Kujawab saja aku habis makan malam bersama teman.
“Yaa.. padahal Fay udah siapin makan malem.” Fay kelihatan kecewa.
Sebenarnya aku belum makan malam. Aku lapar.
“Ya udah, Ivan makan lagi aja deh.. tapi Ivan mau mandi dulu.” kataku
sambil mencium dahinya.
Fay kelihatan bingung, tapi tidak berkata apa-apa.

Related Post:

0 comments:

Posting Komentar