Cerita ini di mulai waktu saya masih duduk di kelas  1 SMA di kota B.  Usia saya sekarang 33 tahun, berarti kejadian ini terjadi 16  tahun  yang lalu.
Panggil saya Kadek, ketika itu saya mempunyai kelompok   belajar yang selalu rutin belajar di salah satu rumah teman kami, Bima.  Saya,  Bima, Hendra, Julian dan Rizki setiap akan ulangan selalu  belajar berkelompok  sambil menginap, karena anak kelas satu masuk  sekolah selalu pada siang  hari.
Teman saya, Bima, memang dari  keluarga yang lebih dibanding  teman-teman yang lain. Dia adalah anak  bungsu dari 4 bersaudara (2 pria dan 2  wanita), dari ayah seorang  pejabat Depkeu.(drs.E) dan Ibu dosen fakultas sastra  di universitas  negeri di kota B, yang biasa kami panggil Tante N. Otomatis kami  selalu  tidur, makan dan mandi di sana, malah kalau keluarga drs.E berpesiar,   kami suka diajak.
Bila Bima sedang di bawah (karena kamarnya  memang di  lantai 2), kami selalu membicarakan sangkakak no.3 yang  bernama E. Hal-hal yang  dibicarakan tidak lain adalah wajah yang good  looking serta body yang aduhai  disertai kulit putih mulus terawat. Tapi  anehnya, saya kok lebih suka  memperhatikan Tante N, yang diusia 42  tahun lebih menimbulkan hasrat serta  fantasi-fantasi seksual yang  membuat perasaan risih. Karena walau bagaimanapun  Tante N adalah ibu  kandung dari teman baikku. Jadi, saya hanya bisa berkhayal  dan tidak  berani cerita pada orang lain.
Karena keluarga drs.E adalah   pencinta sport, maka setiap weekend selalu diisi dengan kegiatan  berolahraga,  terutama olah raga tennis. Karena saya cukup mahir bermain  tennis, saya selalu  diajak untuk bermain tennis. Karena saya dianggap  paling jago, maka saya sering  berpasangan dengan Tante N apabila  bermain double. Selain badan Tante N yang  proporsional dengan tinggi  badan sekitar 165 cm, pakaian tennis Tante N memang  sexy dengan rok  pendek serta atasan model tank top, pelukan-pelukan serta  sentuhan,  apabila kami memenangkan game membuat hati saya berdebar-debar dan   hasrat seksual terhadap Tante N semakin menjadi-jadi. Malah, setiap  selesai  bermain tennis saya bermasturbasi dengan membayangkan wajah  Tante N serta  bersetubuh seperti film BF yang biasa saya tonton.
Pada  hari Sabtu di  bulan Januari, karena saya tidak memiliki pacar, saya  sering berkeliling kota  dengan mobil ayah untuk menghabiskan malam  panjang sendirian. Karena teman-teman  belajar saya semua pada ngapel,  termasuk Bima. “Ah Sial..” ketika baru saja  lewat rumah keluarga drs.E,  mobil terbatuk-batuk seperti habis BBM. Padahal  hujan begitu lebat di  luar dan SPBU terdekat kira-kira 2 km dari lokasi tempat  mobil saya  tepikan di bahu jalan. Akhirnya, saya memutuskan untuk meminjam  telepon  ke rumah Bima, untuk menelepon ayah atau siapa saja untuk membantu   kesulitan gara-gara lalai terhadap yang namanya BBM.
Ketika saya  tiba di  rumah Bima, sambil hujan-hujanan suasana rumah tampak sepi,  tidak ada mobil atau  pun suara televisi yang menandakan adanya  kehidupan. Dengan hati lemas saya  pijit bel rumah 2 kali, “Tingtong..  tingtong..” Tidak lama kemudian terdengar  jawaban dari dalam rumah.  “Siapa..?” Hati saya berdebar, karena saya sangat  mengenal suara itu.  Kemudian saya menjawab, “Kadek, Tante.. maaf malam-malam  Tante. Saya  mau pinjam telepon, mobil saya mogok, Tante.” Terdengar gerendel  pintu  berbunyi, dan ketika pintu terbuka tampak sebuah sosok yang sangat saya   kenal, sosok yang selalu hadir disetiap fantasi seksual saya. “Aduh  Kadek  kenapa? kasian malam-malam gini hujan-hujanan, ayo cepat ke kamar  Bima, kalo  udah selesai ke ruang makan yach! Tante buatin minuman  hangat.” Sambil  mengeringkan badan dan mengganti baju, masih terbayang  siluet badan Tante N  ketika tadi membuka pintu, yang membayang dari  gaun tidur yang tipis.Dalam hati  saya bertanya, “Kok sepi sekali, yang  lain pada ke mana yach.”
Sambil  menghirup coklat panas yang dihidangkan Tante N, akhirnya saya beranikan untuk  bertanya.
“Tante, Oom, Bima dan yang lain pada ke mana? Keliatannya rumah kok sepi sekali.”
“Ini lho, adiknya Oom yang di J, sedang sakit, karena si Mbok juga lagi pulang, terpaksadech Tante jadi hansip dulu. Eh.. kamu jadi telepon nggak.”
“Eh iya Tante, kok jadi lupa nih.”
“Makanya, jangan suka ngelamun, dari tadi Tante perhatiin kamu kok bengong terus, ada apa sih?”
“Nggak ada apa-apa kok Tante!”
“Tante, Oom, Bima dan yang lain pada ke mana? Keliatannya rumah kok sepi sekali.”
“Ini lho, adiknya Oom yang di J, sedang sakit, karena si Mbok juga lagi pulang, terpaksadech Tante jadi hansip dulu. Eh.. kamu jadi telepon nggak.”
“Eh iya Tante, kok jadi lupa nih.”
“Makanya, jangan suka ngelamun, dari tadi Tante perhatiin kamu kok bengong terus, ada apa sih?”
“Nggak ada apa-apa kok Tante!”
Saya  langsung bergegas ke ruang keluarga, dan segera  telepon ke rumah. Saya  coba berulangkali tetap telepon tidak bisa aktif.  Tiba-tiba terdengar  suara Tante N, “Bisa nggak Dek? Kalo hujan begini biasanya  jaringan  telepon di sini memang suka ngadat.”
“Udah deh, kamu tidur sini aja, Tante juga jadi ada yang nemenin.”
“Iya Tante.”
Setelah itu, saya dan Tante N segera beranjak untuk meneruskan obrolan di ruang keluarga. Sebelum saya sempat duduk di sofa, Tante N berkata, “Dek, tolong dong Tante ajarin lagu Turkish March-nya Bethoven, Tante masih kagok tuh perpindahan jari-jarinya.”
“Kapan Tante?”
“Ya sekarang dong! Kapan lagi coba kamu punya waktu untuk ngajarin Tante.”
“Udah deh, kamu tidur sini aja, Tante juga jadi ada yang nemenin.”
“Iya Tante.”
Setelah itu, saya dan Tante N segera beranjak untuk meneruskan obrolan di ruang keluarga. Sebelum saya sempat duduk di sofa, Tante N berkata, “Dek, tolong dong Tante ajarin lagu Turkish March-nya Bethoven, Tante masih kagok tuh perpindahan jari-jarinya.”
“Kapan Tante?”
“Ya sekarang dong! Kapan lagi coba kamu punya waktu untuk ngajarin Tante.”
Kemudian  kami menuju piano dan duduk  sama-sama di kursi piano yang tidak  terlalu lebar. Karenasaya mengajari  perpindahan jari-jari tangan,  otomatis saya selalu memegang jari tangan Tante N  yang halus dengan  kuku-kuku yang terawat dengan baik. Jantung saya terasa makin  lama  makin berdebar, apalagi setiap menarik nafas harum tubuh Tante N,   sepertinya memenuhi rongga dada dan membuat adik kecilku mengeras secara   perlahan.
“Kamu kok suaranya bergetar Dek, lagi nggak enak badan  yah?”
“Nggak kok Tante, saya hanya..”
“Hanya apa hayo! nggak mau ya lama-lama temenin Tante, atau kamu udah ada janji malem mingguan.”
“Saya nggak punya pacar kok Tante, nggak kayak Bima ama yang lainnya.”
Sambil terus duduk berdekatan, tiba-tiba kepala Tante N bersandar pada bahuku dan bertanya, “Dek, Tante mau tanya apa Bima pernah cerita nggak kalo ayahnya punya istri lagi yang jauh lebih muda dari Tante, usianya sekitar 25 tahunan lah.”
“Masa sih Tante, keliatannya Tante sama Om mesra-mesra aja!”
“Nggak kok Tante, saya hanya..”
“Hanya apa hayo! nggak mau ya lama-lama temenin Tante, atau kamu udah ada janji malem mingguan.”
“Saya nggak punya pacar kok Tante, nggak kayak Bima ama yang lainnya.”
Sambil terus duduk berdekatan, tiba-tiba kepala Tante N bersandar pada bahuku dan bertanya, “Dek, Tante mau tanya apa Bima pernah cerita nggak kalo ayahnya punya istri lagi yang jauh lebih muda dari Tante, usianya sekitar 25 tahunan lah.”
“Masa sih Tante, keliatannya Tante sama Om mesra-mesra aja!”
Ketika  tangan Tante N  bergeser untuk bertumpu pada pahaku, secara tidak  sengaja menyentuh adikku yang  sejak tadi makin mengeras saja dan  membuatku berteriak kecil, “Ah..” Sambil  Tante N memandangku yang  tertunduk malu dengan wajah sendu dan sensual, Tante N  kembali  bertanya, “Dek, kamu udah pernah berhubungan seksual  belum?”
“Be..be..be..lum pernah Tante!”
“Mau nggak Tante ajarin? sebagai ganti kamu ngajarin piano sama Tante.”
Saya diam seribu bahasa, dan tiba-tiba bibir Tante N telah menyerbu bibirku secara bertubi-tubi sambil lidahnya terus berusaha menjilat dan meracau, “Ah..ah..ah..” Sambil terus mencium bibirku, tangan Tante N terus meremas telinga dan rambutku.
“Be..be..be..lum pernah Tante!”
“Mau nggak Tante ajarin? sebagai ganti kamu ngajarin piano sama Tante.”
Saya diam seribu bahasa, dan tiba-tiba bibir Tante N telah menyerbu bibirku secara bertubi-tubi sambil lidahnya terus berusaha menjilat dan meracau, “Ah..ah..ah..” Sambil terus mencium bibirku, tangan Tante N terus meremas telinga dan rambutku.
Tiba-tiba Tante N  berkata, “Dek! kita pindah ke kamar yuk..”
Sambil bibir kami terus berpagutan, kami pindah ke kamar tidur dan langsung merebahkan badan dengan badanku ditindih Tante N. Selanjutnya Tante N segera melucuti baju tidurnya dan membentanglah suatu pemandangan indah, payudara yang proporsional (kira-kira 36B) denganputing warna merah maron dengan dibungkus kulit putih yang mulus tanpa cacat, dan yang lebih lagi adalah selangkangan dengan bulu-bulu hitam yang tidak begitu lebat dengan belahan merah muda yang mempesona. Dalam keadaan masih bengong, tiba-tiba tangan Tante N menarik tanganku danlangsung dibimbingnya ke arah payudaranya. Tanpa menyia-nyiakan waktu, saya langsung meremas dengan halus sambil memilin puting susunya yang makin tegak dan mengeras.
Sambil bibir kami terus berpagutan, kami pindah ke kamar tidur dan langsung merebahkan badan dengan badanku ditindih Tante N. Selanjutnya Tante N segera melucuti baju tidurnya dan membentanglah suatu pemandangan indah, payudara yang proporsional (kira-kira 36B) denganputing warna merah maron dengan dibungkus kulit putih yang mulus tanpa cacat, dan yang lebih lagi adalah selangkangan dengan bulu-bulu hitam yang tidak begitu lebat dengan belahan merah muda yang mempesona. Dalam keadaan masih bengong, tiba-tiba tangan Tante N menarik tanganku danlangsung dibimbingnya ke arah payudaranya. Tanpa menyia-nyiakan waktu, saya langsung meremas dengan halus sambil memilin puting susunya yang makin tegak dan mengeras.
“Ah.. ah..  ah.. terus Dek, buat  Tante puas Dek..” Sambil terus meracau Tante N segera  melucuti seluruh  bajuku, dan mulai meraba-raba daerah selangkanganku serta mulai  meremas  adikku yang terasa nikmat sekali.
“Punya kamu besar juga ya Dek”
“Boleh nggak Tante jilatin biar makin besar?”
“Emangnya Tante mau gitu..?”
Lansung posisi Tante N berubah dan mulai turun perlahan dengan terus menjilati tubuhku, dari leher, dada, perut, dan tiba-tiba kurasakan cairan hangat mulai membasahi batang dan kepala adikku. Dan ketika saya memberanikan diri untuk melihat, rupanya kemaluanku sedang dijilati Tante N, kadang-kadang dikulumnya sambil kurasakan kepala kemaluanku menyentuh ujung kerongkongan Tante N.
“Punya kamu besar juga ya Dek”
“Boleh nggak Tante jilatin biar makin besar?”
“Emangnya Tante mau gitu..?”
Lansung posisi Tante N berubah dan mulai turun perlahan dengan terus menjilati tubuhku, dari leher, dada, perut, dan tiba-tiba kurasakan cairan hangat mulai membasahi batang dan kepala adikku. Dan ketika saya memberanikan diri untuk melihat, rupanya kemaluanku sedang dijilati Tante N, kadang-kadang dikulumnya sambil kurasakan kepala kemaluanku menyentuh ujung kerongkongan Tante N.
Tiba-tiba Tante N merubah  posisinya, sambil terus mengulum dan  menjilat kemaluanku, Tante N  memutar badan dengan selangkangannya menghadap  wajahku. Terlihatlah  suatu pemandangan indah, bulu hitam dengan belahan merah  dan segumpal  daging merah kecil yang berkilau. “Jilat Dek, jilat Dek,” pinta  Tante  N. Tanpa sungkan-sungkan dan membantah, langsung saja kuarahkan lidahku   untuk menjelajah sambil terus menghirup harumnya kemaluan Tante N yang  bagaikan  candu itu.
Usai kegiatan saling menjilat, Tante N segera  berbaring dan  memintaku untuk bangkit sambil tangannya terus  menggenggam adikku dan  dituntunnya ke arah kemaluannya. “Masukkan Dek,  masukkan Dek!” pinta Tante N,  seperti anak kecil yang sedang  merengek-rengek. Sesuai permintaanku, segera  Tante N menekan tubuhku  hingga adikku terarah dengan sempurna, dan terasalah  suatu rasa yang  sensasional ketika kulit kemaluanku bersentuhan dengan dinding  kemaluan  Tante N yang sudah basah dengan cairan hangatnya. “Ah.. ah.. ah..”   suaraku dan suara Tante N memecah kesunyian dandinginnya malam. Sambil  saya  terus memompa Tante N tidak lupa saya meremas-remas seluruh tubuh  Tante N yang  memelukku dengan goyang pinggul yang seirama.
Tanpa  berkata apa-apa,  Tante N membantingku dan tiba-tiba Tante N telah  menduduki tubuhku dan mulai  bergerak turun naik memutar. Saya semakin  takjub saja melihat kedua payudara  Tante N seperti bergejolak untuk  memuntahkan isinya. Sambil kami terus meracau  dengan kata-kata yang  menunjukkan kepuasan, Tante N memintaku untuk membalikkan  badannya ke  posisi semula sambil memintaku untuk memompa lebih cepat. Lalu   kurasakan kemaluanku semakin berdenyut dan kemaluan Tante N juga  kurasakan hal  yang sama. Tidak lama kemudian tubuh kami mengejang, dan  seperti di komando kami  berteriak, “Ah.. ah.. ah..” sambil dari  kemaluanku kurasakan keluar cairan  nikmat dengan denyut kenikmatan dari  dalam kemaluan Tante N dan kami saling  berpelukan dengan erat sambil  terus menikmati kenikmatan yang tidak dapat  dilukiskan dengan  kata-kata.
Usai adegan yang tak mungkin kuhapuskan dari  ingatanku, Tante N bertanya, “Kamu suka Dek? Mau kan lain kali kita ulangi  lagi.”
“Mau Tante.. kapan pun Tante mau, saya akan meluangkan waktu untuk Tante.”
Tidak lama kemudian kami tertidur sambil terus berpelukan hingga keesokan harinya.
“Mau Tante.. kapan pun Tante mau, saya akan meluangkan waktu untuk Tante.”
Tidak lama kemudian kami tertidur sambil terus berpelukan hingga keesokan harinya.
Rekan-rekan  pembaca, usai kejadian itu kami masih terus  melakukan affair. Hal ini  berakhir ketika saya menikah 4 tahun yang lalu. Beliau  berkata, “Jangan  hianati istrimu, karena Tante sudah merasakan bagaimana  dihianati  suami.”
Sampai sekarang kami masih berhubungan baik,   bersilaturrahmi dan saling memberi spirit di saat kami merasa jatuh.  Saya sangat  menghormati hubungan ini, karena pada dasarnya saya sangat  menghargai Tante N  sebagai istri dan ibu yang baik. Tamat
 
 Postingan
Postingan
 
