7/31/2011

Berawal Dari Khayalan

Cerita ini di mulai waktu saya masih duduk di kelas 1 SMA di kota B. Usia saya sekarang 33 tahun, berarti kejadian ini terjadi 16 tahun yang lalu.
Panggil saya Kadek, ketika itu saya mempunyai kelompok belajar yang selalu rutin belajar di salah satu rumah teman kami, Bima. Saya, Bima, Hendra, Julian dan Rizki setiap akan ulangan selalu belajar berkelompok sambil menginap, karena anak kelas satu masuk sekolah selalu pada siang hari.
Teman saya, Bima, memang dari keluarga yang lebih dibanding teman-teman yang lain. Dia adalah anak bungsu dari 4 bersaudara (2 pria dan 2 wanita), dari ayah seorang pejabat Depkeu.(drs.E) dan Ibu dosen fakultas sastra di universitas negeri di kota B, yang biasa kami panggil Tante N. Otomatis kami selalu tidur, makan dan mandi di sana, malah kalau keluarga drs.E berpesiar, kami suka diajak.
Bila Bima sedang di bawah (karena kamarnya memang di lantai 2), kami selalu membicarakan sangkakak no.3 yang bernama E. Hal-hal yang dibicarakan tidak lain adalah wajah yang good looking serta body yang aduhai disertai kulit putih mulus terawat. Tapi anehnya, saya kok lebih suka memperhatikan Tante N, yang diusia 42 tahun lebih menimbulkan hasrat serta fantasi-fantasi seksual yang membuat perasaan risih. Karena walau bagaimanapun Tante N adalah ibu kandung dari teman baikku. Jadi, saya hanya bisa berkhayal dan tidak berani cerita pada orang lain.
Karena keluarga drs.E adalah pencinta sport, maka setiap weekend selalu diisi dengan kegiatan berolahraga, terutama olah raga tennis. Karena saya cukup mahir bermain tennis, saya selalu diajak untuk bermain tennis. Karena saya dianggap paling jago, maka saya sering berpasangan dengan Tante N apabila bermain double. Selain badan Tante N yang proporsional dengan tinggi badan sekitar 165 cm, pakaian tennis Tante N memang sexy dengan rok pendek serta atasan model tank top, pelukan-pelukan serta sentuhan, apabila kami memenangkan game membuat hati saya berdebar-debar dan hasrat seksual terhadap Tante N semakin menjadi-jadi. Malah, setiap selesai bermain tennis saya bermasturbasi dengan membayangkan wajah Tante N serta bersetubuh seperti film BF yang biasa saya tonton.
Pada hari Sabtu di bulan Januari, karena saya tidak memiliki pacar, saya sering berkeliling kota dengan mobil ayah untuk menghabiskan malam panjang sendirian. Karena teman-teman belajar saya semua pada ngapel, termasuk Bima. “Ah Sial..” ketika baru saja lewat rumah keluarga drs.E, mobil terbatuk-batuk seperti habis BBM. Padahal hujan begitu lebat di luar dan SPBU terdekat kira-kira 2 km dari lokasi tempat mobil saya tepikan di bahu jalan. Akhirnya, saya memutuskan untuk meminjam telepon ke rumah Bima, untuk menelepon ayah atau siapa saja untuk membantu kesulitan gara-gara lalai terhadap yang namanya BBM.
Ketika saya tiba di rumah Bima, sambil hujan-hujanan suasana rumah tampak sepi, tidak ada mobil atau pun suara televisi yang menandakan adanya kehidupan. Dengan hati lemas saya pijit bel rumah 2 kali, “Tingtong.. tingtong..” Tidak lama kemudian terdengar jawaban dari dalam rumah. “Siapa..?” Hati saya berdebar, karena saya sangat mengenal suara itu. Kemudian saya menjawab, “Kadek, Tante.. maaf malam-malam Tante. Saya mau pinjam telepon, mobil saya mogok, Tante.” Terdengar gerendel pintu berbunyi, dan ketika pintu terbuka tampak sebuah sosok yang sangat saya kenal, sosok yang selalu hadir disetiap fantasi seksual saya. “Aduh Kadek kenapa? kasian malam-malam gini hujan-hujanan, ayo cepat ke kamar Bima, kalo udah selesai ke ruang makan yach! Tante buatin minuman hangat.” Sambil mengeringkan badan dan mengganti baju, masih terbayang siluet badan Tante N ketika tadi membuka pintu, yang membayang dari gaun tidur yang tipis.Dalam hati saya bertanya, “Kok sepi sekali, yang lain pada ke mana yach.”
Sambil menghirup coklat panas yang dihidangkan Tante N, akhirnya saya beranikan untuk bertanya.
“Tante, Oom, Bima dan yang lain pada ke mana? Keliatannya rumah kok sepi sekali.”
“Ini lho, adiknya Oom yang di J, sedang sakit, karena si Mbok juga lagi pulang, terpaksadech Tante jadi hansip dulu. Eh.. kamu jadi telepon nggak.”
“Eh iya Tante, kok jadi lupa nih.”
“Makanya, jangan suka ngelamun, dari tadi Tante perhatiin kamu kok bengong terus, ada apa sih?”
“Nggak ada apa-apa kok Tante!”
Saya langsung bergegas ke ruang keluarga, dan segera telepon ke rumah. Saya coba berulangkali tetap telepon tidak bisa aktif. Tiba-tiba terdengar suara Tante N, “Bisa nggak Dek? Kalo hujan begini biasanya jaringan telepon di sini memang suka ngadat.”
“Udah deh, kamu tidur sini aja, Tante juga jadi ada yang nemenin.”
“Iya Tante.”
Setelah itu, saya dan Tante N segera beranjak untuk meneruskan obrolan di ruang keluarga. Sebelum saya sempat duduk di sofa, Tante N berkata, “Dek, tolong dong Tante ajarin lagu Turkish March-nya Bethoven, Tante masih kagok tuh perpindahan jari-jarinya.”
“Kapan Tante?”
“Ya sekarang dong! Kapan lagi coba kamu punya waktu untuk ngajarin Tante.”
Kemudian kami menuju piano dan duduk sama-sama di kursi piano yang tidak terlalu lebar. Karenasaya mengajari perpindahan jari-jari tangan, otomatis saya selalu memegang jari tangan Tante N yang halus dengan kuku-kuku yang terawat dengan baik. Jantung saya terasa makin lama makin berdebar, apalagi setiap menarik nafas harum tubuh Tante N, sepertinya memenuhi rongga dada dan membuat adik kecilku mengeras secara perlahan.
“Kamu kok suaranya bergetar Dek, lagi nggak enak badan yah?”
“Nggak kok Tante, saya hanya..”
“Hanya apa hayo! nggak mau ya lama-lama temenin Tante, atau kamu udah ada janji malem mingguan.”
“Saya nggak punya pacar kok Tante, nggak kayak Bima ama yang lainnya.”
Sambil terus duduk berdekatan, tiba-tiba kepala Tante N bersandar pada bahuku dan bertanya, “Dek, Tante mau tanya apa Bima pernah cerita nggak kalo ayahnya punya istri lagi yang jauh lebih muda dari Tante, usianya sekitar 25 tahunan lah.”
“Masa sih Tante, keliatannya Tante sama Om mesra-mesra aja!”
Ketika tangan Tante N bergeser untuk bertumpu pada pahaku, secara tidak sengaja menyentuh adikku yang sejak tadi makin mengeras saja dan membuatku berteriak kecil, “Ah..” Sambil Tante N memandangku yang tertunduk malu dengan wajah sendu dan sensual, Tante N kembali bertanya, “Dek, kamu udah pernah berhubungan seksual belum?”
“Be..be..be..lum pernah Tante!”
“Mau nggak Tante ajarin? sebagai ganti kamu ngajarin piano sama Tante.”
Saya diam seribu bahasa, dan tiba-tiba bibir Tante N telah menyerbu bibirku secara bertubi-tubi sambil lidahnya terus berusaha menjilat dan meracau, “Ah..ah..ah..” Sambil terus mencium bibirku, tangan Tante N terus meremas telinga dan rambutku.
Tiba-tiba Tante N berkata, “Dek! kita pindah ke kamar yuk..”
Sambil bibir kami terus berpagutan, kami pindah ke kamar tidur dan langsung merebahkan badan dengan badanku ditindih Tante N. Selanjutnya Tante N segera melucuti baju tidurnya dan membentanglah suatu pemandangan indah, payudara yang proporsional (kira-kira 36B) denganputing warna merah maron dengan dibungkus kulit putih yang mulus tanpa cacat, dan yang lebih lagi adalah selangkangan dengan bulu-bulu hitam yang tidak begitu lebat dengan belahan merah muda yang mempesona. Dalam keadaan masih bengong, tiba-tiba tangan Tante N menarik tanganku danlangsung dibimbingnya ke arah payudaranya. Tanpa menyia-nyiakan waktu, saya langsung meremas dengan halus sambil memilin puting susunya yang makin tegak dan mengeras.
“Ah.. ah.. ah.. terus Dek, buat Tante puas Dek..” Sambil terus meracau Tante N segera melucuti seluruh bajuku, dan mulai meraba-raba daerah selangkanganku serta mulai meremas adikku yang terasa nikmat sekali.
“Punya kamu besar juga ya Dek”
“Boleh nggak Tante jilatin biar makin besar?”
“Emangnya Tante mau gitu..?”
Lansung posisi Tante N berubah dan mulai turun perlahan dengan terus menjilati tubuhku, dari leher, dada, perut, dan tiba-tiba kurasakan cairan hangat mulai membasahi batang dan kepala adikku. Dan ketika saya memberanikan diri untuk melihat, rupanya kemaluanku sedang dijilati Tante N, kadang-kadang dikulumnya sambil kurasakan kepala kemaluanku menyentuh ujung kerongkongan Tante N.
Tiba-tiba Tante N merubah posisinya, sambil terus mengulum dan menjilat kemaluanku, Tante N memutar badan dengan selangkangannya menghadap wajahku. Terlihatlah suatu pemandangan indah, bulu hitam dengan belahan merah dan segumpal daging merah kecil yang berkilau. “Jilat Dek, jilat Dek,” pinta Tante N. Tanpa sungkan-sungkan dan membantah, langsung saja kuarahkan lidahku untuk menjelajah sambil terus menghirup harumnya kemaluan Tante N yang bagaikan candu itu.
Usai kegiatan saling menjilat, Tante N segera berbaring dan memintaku untuk bangkit sambil tangannya terus menggenggam adikku dan dituntunnya ke arah kemaluannya. “Masukkan Dek, masukkan Dek!” pinta Tante N, seperti anak kecil yang sedang merengek-rengek. Sesuai permintaanku, segera Tante N menekan tubuhku hingga adikku terarah dengan sempurna, dan terasalah suatu rasa yang sensasional ketika kulit kemaluanku bersentuhan dengan dinding kemaluan Tante N yang sudah basah dengan cairan hangatnya. “Ah.. ah.. ah..” suaraku dan suara Tante N memecah kesunyian dandinginnya malam. Sambil saya terus memompa Tante N tidak lupa saya meremas-remas seluruh tubuh Tante N yang memelukku dengan goyang pinggul yang seirama.
Tanpa berkata apa-apa, Tante N membantingku dan tiba-tiba Tante N telah menduduki tubuhku dan mulai bergerak turun naik memutar. Saya semakin takjub saja melihat kedua payudara Tante N seperti bergejolak untuk memuntahkan isinya. Sambil kami terus meracau dengan kata-kata yang menunjukkan kepuasan, Tante N memintaku untuk membalikkan badannya ke posisi semula sambil memintaku untuk memompa lebih cepat. Lalu kurasakan kemaluanku semakin berdenyut dan kemaluan Tante N juga kurasakan hal yang sama. Tidak lama kemudian tubuh kami mengejang, dan seperti di komando kami berteriak, “Ah.. ah.. ah..” sambil dari kemaluanku kurasakan keluar cairan nikmat dengan denyut kenikmatan dari dalam kemaluan Tante N dan kami saling berpelukan dengan erat sambil terus menikmati kenikmatan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Usai adegan yang tak mungkin kuhapuskan dari ingatanku, Tante N bertanya, “Kamu suka Dek? Mau kan lain kali kita ulangi lagi.”
“Mau Tante.. kapan pun Tante mau, saya akan meluangkan waktu untuk Tante.”
Tidak lama kemudian kami tertidur sambil terus berpelukan hingga keesokan harinya.
Rekan-rekan pembaca, usai kejadian itu kami masih terus melakukan affair. Hal ini berakhir ketika saya menikah 4 tahun yang lalu. Beliau berkata, “Jangan hianati istrimu, karena Tante sudah merasakan bagaimana dihianati suami.”
Sampai sekarang kami masih berhubungan baik, bersilaturrahmi dan saling memberi spirit di saat kami merasa jatuh. Saya sangat menghormati hubungan ini, karena pada dasarnya saya sangat menghargai Tante N sebagai istri dan ibu yang baik. Tamat
READ MORE - Berawal Dari Khayalan

7/30/2011

Goyang Kapal Ciremai

Aku adalah seorang gadis dari Menado, sebut saja namaku Inge, aku anak pertama dari 6 bersaudara dan aku satu-satunya anak perempuan. Kehidupan ekonomi keluargaku bisa dibilang mencemaskan. Beruntung aku bisa tamat SMA, ini karena aku mendapat beasiswa dari Yayasan Super Semar.

Aku sedih melihat keadaan keluargaku, ayahku adalah seorang Pegawai Negeri golongan II, ibuku hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak mempunyai skill, kerjanya hanya mengurus putra-putrinya. Rasanya aku ingin membantu ayah, mencari uang. Tapi apalah daya aku hanya lulusan sekolah menengah, namun begitu kucoba untuk melamar kerja di perusahaan yang ada di kota Manado. Hasilnya nihil, tak satupun perusahaan yang menerima lamaranku. Aku mahfum, disaat krisis sekarang ini banyak PT yang jatuh bangkrut, kalaupun ada PT yang bertahan itu karena mem-PHK sebagian karyawannya.

Lalu aku berpikir, kenapa aku tidak ke Jakarta saja, kata orang di Ibukota banyak lowongan pekerjaan, dan aku teringat tetanggaku Mona namanya, dia itu katanya sukses hidup di Jakarta, terbukti kehidupan keluarganya meningkat drastis. Dahulu kehidupan keluarga Mona tidak jauh berbeda dengan keadaan keluargaku, pas-pasan. Tapi sejak Mona merantau ke Jakarta, ekonomi keluarganya makin lama makin berubah. Bangunan rumah Mona kini sudah permanen, isi perabotnya serba baru, dari kursi tamu, tempat tidur semuanya mewah, juga TV 29″ antena parabola dan VCD mereka miliki. Aku ingin seperti Mona, toh dia juga hanya tamatan SMA. Kalau dia bisa kenapa aku tidak? Aku harus optimis.

Pada suatu hari di bulan September, tahun 1998 aku pamit kepada keluargaku untuk merantau ke Jakarta. Meskipun berat papa dan mama merelakan kepergianku. Dengan bekal uang Rp 75.000 dan tiket kelas Ekonomi hasil hutang papaku di kantor, aku akhirnya meninggalkan desa tercinta di Kawanua. Dari desa aku menuju pelabuhan Bitung, aku harus sudah sampai di pelabuhan sebelum pukul 6 sore karena KM Ciremai jurusan Tg.Priok berangkat jam 19:00 WIT, waktu satu jam tentu cukup untuk mencari tempat yang nyaman. Karena tiketku tidak mencantumkan nomor seat, maklum kelas ekonomi, aku berharap mendapat lapak untuk menggelar tikar ukuran badanku. Tapi sial, angkutan yang menuju pelabuhan begitu terlambat, pada waktu itu jam sudah menunjuk pukul 18:45. Waktuku hanya 15 menit. Ternyata KM.Ciremai sudah berlabuh, aku melihat hiruk pikuk penumpang berebut menaiki tangga, aku tergolong calon penumpang yang terakhir, dengan sisa-sisa tenagaku, aku berusaha lari menuju KM.Ciremai, aku hanya menggendong tas punggung yang berisi pakaian 3 potong.

Aku sudah berada di dek kapal kelas ekonomi, tapi hampir semua ruangan sudah penuh oleh para penumpang. Keringat membasahi seluruh tubuhku, ruangan begitu terasa pengap oleh nafas-nafas manusia yang bejibun. Aku hanya bisa berdiri di depan sebuah kamar yang bertuliskan Crew, di sekitarku terdapat seorang Ibu tua bersama 2 orang anak laki-laki usia sekolah dasar. Mereka tiduran di emperan tapi kelihatannya mereka cukup berbahagia karena dapat selonjoran. Aku berusaha mencari celah ruang untuk dapat jongkok. Aku bersyukur, Ibu Tua itu rupanya berbaik hati karena bersedia menggeserkan kakinya, kini aku dapat duduk, tapi sampai kapan aku duduk kuat dengan cara duduk begini. Sedangkan perjalanan memakan waktu 2 hari 2 malam.

Tidak lama kemudian KM.Ciremai berangkat meninggalkan pelabuhan Bitung, hatiku sedikit lega, dan aku berdoa semoga perjalanku ini akan mengubah nasib. Tak sadar aku tertidur, aku sedikit terkejut sewaktu petugas menanyakan tiket, aku ingat tiketku ada di dalam tas punggungku. Tapi apa lacur, tasku raib entah dimana, aku panik, aku berusaha mencari dan bertanya kepada Ibu tua dan anak laki-lakinya, tapi mereka hanya menggelengkan kepala.

“Cepat keluarkan tiketmu..” ujar seorang petugas sedikit menghardik.
“Aku kehilangan tas, tiket dan uangku ada di situ..” jawabku dengan sedih.
“Hah, bohong kamu, itu alasan kuno, bilang aja kamu tak membeli tiket, Ayo ikut kami ke atas,” bentak petugas yang bertampang sangar.

Akhirnya aku dibawa ke dek atas dan dihadapkan kepada atasan petugas tiket tadi.
“Oh.. ini orangnya, berani-beraninya kamu naik kapal tanpa tiket,” kata sang atasan tadi.
“Tiketku hilang bersama pakaianku yang ada di tas, saya tidak bohong Pak, tapi benar-benar hilang..”
“Bah itu sih alasan klasik Non, sudah ratusan orang yang minta dikasihani dengan membuat alasan itu.” ucapnya lagi.
“Kalau Bapak tak percaya ya sudah, sekarang aku dihukum apapun akan aku lakukan, yang penting aku sampai di Jakarta.”
“Bagus, itu jawaban yang aku tunggu-tunggu..” ujar lelaki berseragam putih-putih itu.
Kalau kutaksir mungkin lelaki tersebut baru berusia 45 tahun, tapi masih tegap dan atletis, hanya kumis dan rambutnya yang menonjolkan ketuaannya karena agak beruban.

“Tapi ingat kamu sudah berjanji, akan melakukan apa saja..” ujar lelaki itu, seraya menunjukkan jarinya ke jidatku.
“Sekarang kamu mandi, biar tidak bau, tuh handuknya dan di sana kamar mandinya..” sambil menunjuk ke arah kiri.
Betapa girang hatiku, diperlakukan seperti itu, aku tidak menyangka lelaki itu ternyata baik juga. Betapa segarnya nanti setelah aku mandi.
“Terima kasih Pak,” ujarku seraya memberanikan diri untuk menatap wajahnya, ternyata ganteng juga.
“Jangan panggil Pak, panggil aku Kapten..” tegasnya.
Aku sempat membaca namanya yang tertera di baju putihnya. “Kapten Jonny” itulah namanya.

Aku sekarang sudah berada di kamar mandi.
“Wah, betapa wanginya tuh kamar mandi,” gumamku nyaris tak terdengar. Kunyalakan showernya maka muncratlah air segar membasahi tubuhku yang mulus ini, kugosok-gosokan badanku dengan sabun, kuraih shampo untuk mencuci rambutku yang sempat lengket karena keringat.

Sepuluh menit kemudian aku keluar dari kamar mandi, aku bingung untuk bersalin pakaian, aku harus bilang apa kepada Sang Kapten. “Wah cantik juga kamu,” tiba-tiba suara itu mengejutkan diriku. Dan yang lebih mengejutkan adalah pelukan Sang Kapten dari arah belakang. Aku hanya terdiam, “Siapa namamu, Sayang?” bisiknya mesra. “Inge..” jawabku lirih. Aku tidak berusaha berontak, karena aku ingat akan janjiku tadi. Karena aku diam tak berreaksi, maka tangan Sang Kapten makin berani saja menjelajahi dadaku dan menciumi leher serta telingaku. Aku menggelinjang, entah geli atau terangsang, yang pasti sampai usiaku 19 tahun aku belum pernah merasakan sentuhan lelaki. Bukannya tidak ada lelaki yang naksir padaku, ini karena sikapku yang tidak mau berpacaran. Banyak teman sekelas yang berusaha mendekatiku, selain lumayan cantik, aku juga tergolong pandai, makanya aku mendapat beasiswa. Maka tak heran banyak lelaki di sekolahku yang berusaha memacariku, tapi aku cuek, alias tidak merespon.

“Ooohh.. jangan Kapten.” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulutku ketika pria separuh baya itu menyentuh barang yang amat berharga bagi wanita, bulu-bulu lembut yang tumbuh di sekitar vaginaku dielusnya dengan lembut, sementara handuk yang melekat di tubuhku sudah jatuh ke lantai. Dan aku pun tahu bahwa lelaki ini sudah bertelanjang bulat.

Aku merasakan benda kenyal yang mengeras menyentuh pantatku, nafas hangat dan wangi yang memburu terus menjelajahi punggungku, tangannya yang tadi mengelus vaginaku sekarang meremas-remas kedua payudaraku yang ranum, ini membuat dadaku membusung dan mengeras. Aku tak percaya, tangan lelaki ini seolah mengandung magnet, karena mampu membangkitkan gairah yang tak pernah kurasakan seumur hidupku.

“Ooohh.. aahh..” hanya desahan panjang yang dapat kuekspresikan bahwa diriku berada dalam libido yang betul-betul mengasyikan.
“Inge kau betul-betul lugu, pegang dong batangku,” kata Kapten Jonny, seraya meraih tanganku dan menempelkannya ke batang zakarnya yang keras tapi kenyal.
“Jangan diam saja, remaslah, biar kita sama-sama enak..” ujarnya lagi.

Akhirnya walaupun aku sebelumnya tidak pernah melakukan senggama, naluriku seolah membimbing apa yang harus kuperbuat apabila bercumbu dengan seorang laki-laki. Akhirnya aku berbalik, kuraih batang kemaluannya kuremas dan kukocok-kocok, sampai kumainkan biji pelirnya yang licin.Sang Kapten mendesah-desah, “Ooohh.. aachh.. enak sekali Sayang, teruskan.. oh teruskan..” sambil matanya terpejam-pejam. Aku jongkok, tanpa ragu kujilat dan kukulum torpedo Sang kapten, sampai terbenam ke tenggorokanku.

Aku benar-benar menikmatinya seperti menikmati es Jolly kesukaanku di waktu kecil dulu. Aku tak peduli erangannya, kusedot, kusedot dan kusedot terus, sampai akhirnya zakar Sang Kapten yang panjangnya hampir 12 centi itu memuncratkan cairan hangat ke mulutku yang mungil. “Aaahh.. aku sudah tak kuat Inge,” gumamnya. Betapa nikmatnya cairan spermanya, sampai tak sadar aku telah menelan habis tanpa tersisa, ini membuat seolah Sang Kapten tak mampu untuk tegak berdiri. Dia bersandar di dinding kapal apalagi gerakan kapal sekarang ini sudah tak beraturan kadang bergoyang kekiri kadang kekanan.

“Kamu betul-betul hebat Inge,” puji Kapten Jonny sambil mencium bibirku.
“Inge jangan kau anggap aku sudah kalah, tunggu sebentar..”
Dia bergegas menuju lemari kecil, lantas mengambil sesuatu dari botol kecil dan menelannya lantas membuka kulkas dan mengambil botol minuman sejenis Kratingdaeng.

“Sini Sayang..” ujar sang kapten memanggilku mesra.
“Istirahat dulu kita sebentar, ambillah minuman di kulkas untukmu,” lanjut Kapten Jonny.
Kubuka kulkas dan kuraih botol kecil seperti yang diminum Kapten Jonny. Aku meminumnya sedikit demi sedikit, “Ooohh.. sedap sekali minuman ini.. aku tak pernah merasakan betapa enaknya.. minuman apa ini.” Ternyata label minuman ini tertulis huruf-huruf yang aku tak paham, mungkin aksara China, mungkin Jepang mungkin juga Korea. Ah persetan.. yang penting tenggorokanku segar.

“Kau berbaringlah di di situ,” pinta Kapten Jonny sambil menunjuk tempat tidurnya yang ukurannya tidak begitu besar. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk dan membal. Kulihat jam dinding sudah menunjuk pukul 12 malam. Aku heran mataku tak merasa ngantuk, padahal biasanya aku sudah tidur sebelum pukul 22:00. Aku sengaja tidak menggunakan selimut untuk menutupi tubuhku, kubiarkan begitu saja tubuhku yang polos, barangkali ini akan membangkitkan gairah libido Sang Kapten yang tadi sudah down. Aku berharap semoga Sang Kapten akan terangsang melihat dadaku yang sengaja kuremas-remas sendiri.

Sang Kapten sudah bangkit dari kursi santainya, dia menenggak sebotol lagi minuman sejenis Kratindaeng. Dia sudah berada di tepi ranjang, sekarang dia mulai mengelus-elus kakiku dari ujung jari merambat ke atas dan berhenti lama-lama di pahaku, mengusap-usap dan menjilatinya, dan sekarang lidahnya sudah berada di mulut vaginaku. “Ooohh.. geli..”

Sejurus kemudian lidahnya dijulurkan dan menyapu permukaan bibir vaginaku. Pahaku sengaja kulebarkan, hal ini membuat Sang Kapten bertambah buas dan liar, diseruputnya klitorisku. “Ooohh.. aahh.. teruskan Kapten, lanjutkan Kapten.. Ooohh.. nikmat sekali Kapten..” Tangannya tidak tinggal diam, diraihnya kedua payudaraku, diremasnya dan tak lupa memelintir putingku dengan mesra.

“Ooohh.. aku sudah tak tahan Kapten..” desisku.
“Tahan Sayang.. tahan sebentar.. biarkan aku menikmati vaginamu yang wangi ini.. aku tak pernah merasakan wanginya vagina dari wanita lain..”
“Sruupp.. sruupp.. sruupp..” Terus saja mulut Kapten Jonny dengan rajinnya menjelajah bagian dalam vaginaku yang sudah empot-empotan ini akibat rangsangan yang amat tinggi.

“Sudah Kapten.. lekas masukkan batang zakarmu, aku sudah tidak tahan..”
“Baik, rasakanlah Sayang.. betapa nikmatnya rudalku ini..”
“Tapi pelan-pelan Kapten, aku benar-benar masih perawan..”
“Oke, aku melakukannya dengan hati-hati..” janji Kapten Jonny.
“Buka lebar pahamu, Inge..” saran Kapten Jonny.
Dan..

“Blleess..”
“Ooohh.. aahh..” desisku, padahal zakar itu baru masuk tiga perempatnya.
“Bles.. bless..”
“Ooohh..” erangku panjang, aku tahu batang sepanjang 12 centi itu sudah merusak selaput daraku.
Ditariknya lagi rudalnya, lantas dimasukannya lagi seirama dengan goyangan KM.Ciremai oleh ombak laut.

“Bless.. bless.. bless..”
“Ooohh.. oohh.. oohh.. aahh.. aahh..”
“Aku mau keluar Kapten,” ujarku memberi tahu Kapten Jonny.
“Tahan Sayang.. sebentar.. aku juga ingin keluar, sekarang kita hitung sampai tiga. Satu.. dua.. tiga..”
“Crott.. crott.. crot..” sperma Kapten Jonny membasahi gua gelap vaginaku. Betapa hangat dan nikmatnya air manimu Jonny. Hal ini memancing cairanku ikut membanjiri kemaluanku sampai meluber ke permukaan.

Kami berdua terkulai lemas, tapi Kapten Jonny sempat meraba bibir kemaluanku dan jarinya seolah mencungkil sesuatu dari vaginaku, ternyata dia menunjukkan cairan merah kepadaku, dan ternyata adalah darah perawanku. Dijilatnya darah sambil berkata, “Terima kasih Inge, kamu betul-betul perawan..” Aku hanya menangis, menangisi kenikmatan yang sama sekali tak kusesalkan. Aktivitas senggama ini berlangsung kembali sampai matahari muncul. Lantas aku tidur sampai siang, makan, tidur dan malamnya kami melakukannya lagi berulang-ulang seolah tiada bosan.

Akhirnya Pelabuhan Tanjung Priok sudah berada di pelupuk mataku. Sebelum turun dari kapal aku dibelikan baju baru, dan dibekali uang yang cukup.
Selamat tinggal Kapten.. selamat tinggal Ciremai..

Tamat
READ MORE - Goyang Kapal Ciremai

7/29/2011

Yang Tak Terlupakan

Nama saya adalah Anis. Usiaku sekarang 38 tahun dan berat badan 57 kg serta kulitku berwarna sedikit hitam. Kini aku tinggal bersama seorang istri dengan 3 orang anak di salah sati ibu kota Kabupaten Sulsel, yang masih bestatus kontrakan. Aku menikah dengan seorang gadis dari suku lain di sulsel th. 1990 atas dasar kemauan orangtua kami. Meskipun pernikahanku tidak didasari rasa cinta yang mendalam, namun sebagai pria normal yang bernafsu tinggi, penyaluran sexku adalah utama, yang terbukti dengan lahirnya 3 orang anak dari rahim istriku itu.

Ceritanya berawal ketika aku mengirim cerita porno yang tidak sepenuhnya benar ke salah satu situs cerita porno sekitar Bulan Juni tahun lalu. Dalam cerita itu, aku sengaja memaparkan kondisi kehidupan rumah tanggaku yang kurang stabil, terutama dari segi keuangan. Aku paparkan bahwa kami tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya istri dan 3 orang anak serta modal ketahanan dalam melakukan hubungan sex. Malah aku tawarkan diri kepada wanita siapa saja yang berminat untuk menyewa modalku itu dengan rupiah untuk mencukupi kebutuhan hidupku bersama keluargaku, apalagi waktu itu aku memang sedikit terlilit hutang pada orang lain.

Dalam iklan porno yang kukirim tersebut, aku muat juga syarat-syaratnya antara lain bebas usia dan status (boleh yang bersuami asal dijamin aman), siap menyewa tempat/penginapan khusus, siap disetubuhi dengan gaya dan posisi apa saja, siap membayar sejumlah uang jika ia betul-betul mengalami kepuasan batin, siap mencukur rambut khasnya jika memang agak lebat. Sebaliknya aku berjanji untuk menjilati seluruh tubuhnya dan menggauli sesuai kebutuhannya. Boleh saja menawar sebelum hari H-nya.

Pada mulanya aku tidak yakin iklanku itu akan mendapat tanggapan, apalagi biasanya si wanitalah yang seharusnya disewa untuk itu. Namun rejekipun datang. Hanya berselang 4 hari setelah iklan porno itu saya umumkan melalui salah satu situs cerita porno, eh ternyata ada responnya, malah 2 wanita lagi. Aku betul-betul gembira dan bahagia sekaligus jadi tantangan buatku karena aku tidak terlalu yakin sebelumnya dan belum punya persiapan untuk itu. Tapi aku berfikir bahwa sudah terlanjur basah, apa boleh buat harus saya sambut dengan senang hati, apalagi modal sex yang kumiliki tidak kurang sedikitpun. Hanya saja tidak berlebihan sesuai yang mungkin dibayangkan oleh para pembacanya.

Respon email yang pertama kali kuterima berinisial Tia_.. @yahoo.com dan saat itu pula saya baca dan membalasnya. Isi emailnya singkat sekali. Ia hanya menulis kalau dirinya tertarik dengan tawaranku dan ingin menyewa dan membelinya sekaligus serta ia minta aku menjawab dan menerangkan ciri-ciri kepribadianku jika aku betul-betul serius. Sedang ia sendiri tidak menyebutkan apa-apa soal dirinya kecuali alamat email. Besok malamnya saya buka kembali emailku, ternyata berisi dengan nama Tia lagi. Kali ini, sudah agak panjang. Setelah saya baca, aku tahu kalau dia tinggal dalam kotaku, meskipun ia menolak untuk memberitahu alamat rumah dan nomor telponnya. Tapi ia menulis kalau dia adalah Kepala bidang tata usaha di salah satu instansi swasta. Usianya sudah kepala 5 tapi gairah sexnya masih agak tinggi. Suaminya agak lebih tua sedikit dari dirinya tapi super sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah selaku wiraswastawan, sehingga hubungannya di atas ranjang tidak rutin dan tidak teratur sesuai yang ia inginkan.

Setelah yakain kalau ia betul-betul serius, akupun lalu membalas saat itu pula dan mengutarakan kembali keadaan ekonomi rumah tanggaku yang sebenarnya dan juga sedikit hubunganku dengan istri di atas ranjang. Malah aku minta agar mengirim photo dan no. HP-nya serta menyebutkan tempat pertemuannya nanti. Sayapun minta agar ia bersumpah dan berjanji untuk menerima akibatnya jika ia hanya mempermainkanku, sebagaimana pula saya siap lakukan (menulis sumpah). Besok malamnya saya kembali buka emailku dan ternyata nama Tia kembali muncul. Setelah saya buka isinya, ternyata Tia sudah melakukan persiapan akhir. Ia menyebutkan penginapan tempat kami ketemu nanti, warna pakaian yang dikenakannya serta hari H-nya. Tinggal menunggu persetujuanku lewat email saja.

Entah pengaruh dari mana sehingga aku mulai sedikit gemetar bercampur bahagia, ragu, takut, bimbang dan bersemangat silih berganti sejak saya menerima putusan terakhirnya itu. Bahkan mataku yang tadinya mudah sekali tertidur, tiba-tiba rasa ngantukku sulit sekali dan gairahku untuk cepat-cepat bobo bersama istri semakin menurun. Mungkin karena peristiwa yang kami hadapi betul-betul istimewa dan luar biasa bersejarah atau karena takut dan malu kalau-kalau kami kepergok nanti oleh teman atau kenalan lainnya, apalagi suami Tia atau keluarganya ataupun karena takut dipermainkan. Yang jelas kenyataan itulah yang saya rasakan saat itu. Sedang mengenai gairah sexku terhadap istri memang sengaja kukurangi sebagai persiapan untuk bertarung dengan wanita yang belum kukenal nama, wajah dan gambarannya sama sekali. Bahkan kemampuannya di atas ranjang bisa-bisa saya KO jika kurang persiapan, sehingga dapat mengecewakan kami berdua seumur hidup.

Hari itu hari Sabtu sesuai jadwal yang ia tetapkan, saya bangun cepat sekali yakni sekitar jam 5.00 subuh padahal mataku larut malam baru tertidur. Paling lambat Jam 7.30 pagi, saya sudah harus menunggu di penginapan yang dimaksud karena jadwalnya jam 8.00 pagi, tapi saya tidak mau ia perhatikan lebih dahulu. Karena itu, istriku masih dalam keadaan tidur nyenyak, aku sudah selesai mandi lalu berpakaian yang sedikit rapi dan menyemprotkan farfum. Waktu itu saya mengenakan baju kaos warna ungu dengan celana panjang warna hitam lalu memasukkan ke dalam tas pakaianku 1 pasang pakaian lagi sebagai persiapan bermalam. Belum saya selesai menutup tasku, istriku tiba-tiba menegur.

“Kok cepat sekali persiapan berangkatnya pa’, tidak seperti biasanya?” katanya terheran, sebab malamnya aku memang sudah buat alasan kalau aku mau ketemu orang tua yang tinggal di suatu desa yang agak jauh dari kotaku. Biasanya jam 8.00 pagi baru ada mobil berangkat ke sana.

“Kebetulan ma’ saya mau singgah dulu di rumah teman karena katanya ia juga mau ikut jalan-jalan ke kampung, siapa tahu terlambat ke sana, khan bisa ketinggalan mobil” alasanku berbohong tapi masuk akal.

Jam 7.00 pagi itu, saya naik becak berangkat ke penginapan tersebut dengan jantung berdebar bercampur takut dan gembira. Jam 7.25 saya sudah masuk ke penginapan itu. Sebelum masuk, saya lihat-lihat dulu kiri kanan kalau-kalau ada wanita agak gemuk mengenakan baju warna abu-abu dengan celana warna biru sesuai informasinya lewat email. Saya sendiri sengaja tidak menyampaikan ciri-ciri pakaian yang kukenakan biar sama-sama sibuk dan bingung mencarinya. Beberapa wanita yang lalu lalang keluar masuk penginapan itu, bahkan banyak yang berdiri di depan costumer servicenya, tapi belum satupun wanita yang kulihat sesuai ciri-ciri yang telah disampaikannya. Aku mau tanya petugas penginapan, tapi aku tidak tahu nama yang akan kutanyakan dan saya juga semakin ragu jangan-jangan ia permainkan aku. Akhirnya saya beranikan diri saja bertanya ke salah satu petugasnya kalau-kalau ada tadi wanita yang agak gemuk dengan warna pakaian tersebut telah terdaftar sebagai tamu, namun jawabnya belum ada.

Saya mencoba mengamati semua wanita yang ada dalam ruang tamu, ternyata ada satu orang yang seolah memperhatikanku dari tadi sambil sedikit tersenyum. Tapi aku tidak yakin kalau wanita itu yang kucari, karena bentuk tubuh, rambut, warna baju dan celananya serta kulitnya tidak ada yang sesuai informasinya. Aku semakin meragukan keseriusannya, apalagi jam dinding yang ada di ruang penginapan itu sudah menunjukkan pukul 8.05 pm. Dalam hatiku kalau sampai lewat 30 menit lagi ia belum juga muncul, aku akan pergi saja meninggalkan penginapan itu dan langsung pulang kampung sesuai janjiku pada istri di rumah.

“De’ cari siapa? sejak tadi saya perhatikan, nampaknya ada yang dicari dan ditunggu yach?” kata seorang wanita yang sejak tadi memperhatikanku

“Oh, iya bu’, ada keluarga yang saya cari, katanya ia mau nginap di sini dan jam 8.00 ia sudah tiba di tempat ini, tapi kok sudah lewat jadwal, ia belum juga muncul,” alasanku mengaku sebagai keluarga.

“Mungkin ada halangannya de’ diperjalanan” ucapannya singkat.

“Yah mungkin juga atau ia sengaja membohongiku untuk menguji sejauh mana perhatianku padanya” kataku membenarkan.

“Tapi, kok ade’ ini nampaknya serius dan penting sekali seolah lama sekali tidak jumpa, emangnya ia dari mana de’?” tanya wanita itu seolah ingin tahu lebih banyak dan nampak penuh perhatian padaku.

“Iya betul, ia baru pulang dari luar Sulawesi dan belum kukenal betul wajahnya, tapi informasinya melalui telpon katanya ia datang sekitar jam 8.00 pagi di penginapan ini dengan perawakan agak gemuk, pakaian berwarna abu-abu-hitam serta rambut panjang,” jelasku menyinggung tanda-tanda yang diberikan oleh wanita yang kutunggu itu.

“Oh yah, ibu ini petugas atau tamu penginapan ini?” tanya aku serius.
“Sama dengan ade’, aku juga menunggu seseorang yang sama sekali belum kukenal nama, alamat, bodi dan wajahnya,” jawabnya sedikit tertawa.
“Jangan-jangan ibu..” tanyaku namun mendadak putus, sebab ia juga tiba-tiba melontarkan kata-kata persis yang kuucapkan (serentak).
“Ha.. Ha.. Ha.., hi.. Hi.. Hi” kami ketawa bersama-sama sambil saling menunjuk karena kami saling yakin kalau apa yang kami cari ternyata sudah dari tadi ketemu, namun berbeda dengan tanda-tandanya.

Setelah kami puas tertawa, bahkan saling menunjuk, akhirnya kami sama-sama terdiam sejenak lalu tersenyum sambil saling menatap dengan tatapan yang tajam sekali dan agak lama. Dalam hatiku ternyata wanita ini kelihatannya masih muda, cantik dan jauh beda apa yang kubayangkan. Setelah puas saling tatap, saya tawarkan untuk memesan kamar secepatnya biar nanti dalam kamar baru cerita dan saling tatap sepuasnya.

“Ayo, iku aku ke sini” katanya tiba-tiba sambil menarik tanganku dan membawaku naik ke atas terus masuk ke salah satu kamar yang terletak di sudut penginapan itu. Aku ikut saja tanpa kata-kata dan tanpa pikir panjang. Setelah kami berada dalam kamar, ia terus menutup pintunya lalu duduk di tepi sebuah rosban yang agak kecil dan sederhana, bahkan kasurnya biasa-biasa saja, lagi pula cuma satu tempat tidur. Dalam hati kecilku mungkin dari tadi ia sudah pesan khusus ruangan ini dan ia nampaknya sudah tahu keadaan penginapan ini.

“Ayo, dekat sini donk, jangan malu-malu, kita khan sudah sepakat dan sama-sama tahu apa tujuan kita ke sini, lagi pula tidak ada orang lain yang memperhatikan dan melarang kita berbuat apa saja dalam kamar ini, karena kita sudah carter, sudah halal.. Ha.. Ha.. Ha” katanya sambil ketawa, karena aku masih berdiri mengamati gambar-gambar yang tertempel dalam kamar itu. Tanpa sepata katapun, aku ikut bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Terus duduk persis di sampingnya lalu saling menatap lagi sambil tersenyum, tapi tiba-tiba tangannya merangkul di leherku dan memelukku erat sekali dan mencium pipiku sejenak, lalu ia mundur ke tembok bersandar dengan kaki melonjong persis menyentuh pantatku.

“Bu’, .. Betul.. ” belum saya selesai bicara, ia langsung memotong,
“Aduuh, mulai saat ini saya mohon jangan lagi dipanggil ibu, panggil saja nama emailku ‘Tia’ oke?” katanya tegas.
“Okelah, bila itu permintaannya, tapi saya tadi mau bilang bahwa impian kita ini betul-betul bisa jadi kenyataan, padahal sebelumnya saya tak pernah yakin ada wanita yang mau mengubris iklanku.. Hi.. Hi,” kataku sambil ketawa dan gelengkan kepala.

“Kita liat aja nantilah, apa betul bisa kita buktikan sesuai komitmen kita semula atau hanya sekedar impian belaka, tapi yang penting kita ketemu dan saya cukup senang dan bahagia, sekalipun kau tidak mampu mewujudkan janjimu semula, aku tetap siap membayar sewanya sesuai tawaranmu di internet. Oh yah, saya panggil apa anda sekarang?” katanya serius dan seolah ingin membesarkan semangatku.
“Terima kasih atas pengertiannya Bu’ eh.. Tia. Panggil saja aku Anis”.
“Oh yah, perlu nggak kita masuk kamar mandi lebih dahulu atau langsung aja ke inti permasalahannya,” tanya tia sambil turun dari rosban.
“Saya rasa tidak perlu, kita khan baru saja mandi di rumah, lagi pula parfum yang telah kita semprotkan ke tubuh kita dan diniatkan, nanti menghilang ha.. Ha,” jawabku sambil ketawa.
“Okelah kalau begitu, tapi bagaimana cara masuk ke inti permainan? Apa saya yang aktif atau anda atau sama-sama aja?” tanya Tia serius.
“Gantian atau bersamaan tidak ada masalah, yang penting kita coba saja, dan nanti dengan sendirinya akan dapat disesuaikan” kata saya sambil turun dari tempat tidur dan berdiri berhadap-hadapan. Mula-mula Tia melangkah 1 langkah ke depan sehingga bersentuhan antara ujung kakinya dengan ujung kakiku, lalu merangkulkan kedua tangannya ke leherku, lalu merapatkan badannya ke badanku, lalu mencium pipi, bibir dan leherku, sementara aku terdiam sejenak lalu memeluk pinggulnya dan menyambut bibirnya dengan bibirku, sehingga kami saling berpagutan dan saling merangkul erat hingga puas.

Setelah kami saling merangkul dan menjilati apa yang nikmat dijilat pada tubuh kami masing-masing, Tia lalu mengangkat baju kaos yang kupakai dan melepaskannya lewat kepalaku, lalu menjilati seluruh bagian tubuhku yang terbuka, mulai dari dahi sampai ke pusar. Bahkan ia terus melepaskan ikat pinggangku dan menurunkan retsletingku, lalu melorotkan celana panjangku hingga hanya celana color yang melekat di tubuhku. Saya masih terus diam menikmati apa yang diperbuat Tia padaku, meskipun tanganku tetap bergerak mengelus rambut dan telinga Tia. Tia nampaknya sangat pengalaman dalam hal merangsang laki-laki, sehingga nampak tidak kebingungan menghadapiku.

“Nis, maaf yah, untuk yang satu ini saya tidak berani tanpa malu. Boleh nggak saya lepasin juga biar aku lebih leluasa menjamah seluruhnya,” katanya sambil menengadah ke atas melihat wajahku karena ia dalam keadaan jongkok.

Saya hanya mengangguk tanpa bersuara. Lalu ia tarik ke bawah pelan-pelan dengan giginya sehingga nafas bahkan bibirnya terasa menyapu penisku yang sejak tadi menegang hingga ke ujung kakiku bahkan seolah ia sengaja menjilatinya. Saat celana dalamku terlepas, ia terus menarikku duduk ke pinggir tempat tidur, lalu menarik kedua kakiku sambil membungkuk lalu menjilati jari-jarinya hingga terasa sedikit basah, geli bercampur nikmat. Aku betul-betul seolah seperti patung dan dipermainkan seenaknya, tapi dalam hatiku biarlah ia aktif duluan nanti sebentar giliranku setelah ia kecapean.

“Ahh.. Uhh.. Hhmm.. Ssstt.. ” lenguhku kegelian dan keenakan ketika lidahnya menyapu pokok pahaku. Pipinya terasa lengket ke tongkatku yang mulai berdenyut. Hangat sekali rasanya, apalagi nampaknya Tia sengaja menggerak-gerakkan pipinya agar aku bisa menikmatinya.

“Anis, enak nggak dijilatin buah pelernya? Tunggu saya jilatin batangnya, tenang saja, aku pasti memuaskanmu sebelum kamu berperan aktif” katanya sambil melihat wajahku.
“Iyah.. Yah Tia, eenak sekali sayang, tapi jangan lama-lama di situ yach, aku sedikit geli, pindah-pindah donk, biar kunikmati semua permainan lidahmu” kataku merayu agar ia tidak berhenti.

Aku tak berdaya menolak perlakuan Tia, ia tiba-tiba berdiri dan mendorongku ke belakang sehingga aku terbaring di atas tempat tidur dengan kaki tergantung ke bawah. Tia lalu memegang tongkatku dan menggocok-gocoknya sehingga terasa tambah besar dan keras serta berdenyut-denyut. Tia tak menggerakkan tangannya sejenak mungkin karena ia ingin menikmati denyutan batangku. Setelah itu, Tia membungkuk lalu perlahan ia arahkan tongkatku ke dalam mulutnya lalu dimaju mundurkan mulutnya sehingga pinggulku bergerak ke kiri dan ke kanan sebagai tanda nikmatnya gerakan mulut dan lidah Tia yang berputar-purat di antara selangkanganku. Aku hampir-hampir tidak mampu lagi menahan gejolak cairan yang terasa mulai memaksa mengalir melalui batang kemaluanku. Demikian hebatnya cara memainkan lidah dan mulut Tia terhadap penisku, sehingga saya sering tidak bisa membedakan lubang vagina yang pernah dimasuki penisku yang ukurannya normal itu.

“Ti.. Tia, gantian yach, rasanya jika aku diam terus bisa-bisa aku kalah KO ini. Aku yang harus bereaksi lagi dan Tia harus menerima serangan fajarku, masa saya terus yang diserang” pintaku pada Tia setelah aku mulai merasa mau KO ia perlakukan seperti itu.

Dalam hatiku, jika aku melayani terus permainan Tia, aku bisa malu dan ia merasa dikecewakan dari perkataanku dalam email kalau aku bermodalkan ketahanan sex. Karena itu aku harus pakai akal dan tidak boleh terlalu serius menuruti aliran nafsuku. Setelah aku berdiri dalam keadaan telanjang bulat, sementara Tia berdiri di depanku masih berpakaian lengkap, aku lalu membuka kancing baju Tia satu persatu hingga nampak BHnya yang berwarna putih dan tidak kutahu ukurannya tapi tampaknya sedang-sedang saja. Aku tidak bermain-main lagi dengan BHnya, melainkan aku langsung saja membuka kaitnya dari belakang sehingga aku sempat memeluk dan mencium bibirnya sejenak. Setelah lepas, aku langsung memainkan mulut dan lidahku pada puting susunya yang sedikit padat dan empuk serta terasa agak hangat. Mungkin karena sejak tadi Tia juga teramgsang, sehingga belum lama aku pegang dan isap putingnya, ada terasa manis keluar dari dalamnya. Putingnya indah sekali, warna agak merah kecoklatan tertancap di kedua buah kembar yang putih bersih. Ingin rasanya kutelan semuanya seperti kue Fawa dan seperti bola karet yang digigit sedikit melenting.

“Nis, silahkan aja beraksi sesuai keinginanmu, aku siap terima semuanya,” katanya terus terang.

Setelah puas memainkan mulutku di bukit kembarnya itu, lalu kujilati seluruh tubuhnya hingga ke pusar, lalu kubuka kait dan restelin celananya hingga terlepas dari tubuhnya. Tinggallah saat ini celana dalam tipisnya yang berwarna kuning dengan pinggiran yang berbunga-bunga. Aku berlutut mencium dan menjilat sejenak kedua bibir vaginanya dalam keadaan terbungkus. Tapi rasanya sudah basah dan terasa bau khasnya. Mungkin air mazi alias pelicinnya yang keluar sejak tadi. Aku langsung buka saja hingga ia betul-betul telanjang bulat. Setelah kelihatan semua, nampak bulu-bulunya yang baru dicukur sesuai saranku lewat email. Tapi justru duri-durinya yang agak kasar itu membuatku semakin terangsang. Tanpa persetujuannya, aku langsung dorong tubuhnya ke belakang hingga ia duduk di tepi rosban. Ia mengerti keinginanku.

Tanpa aba-aba, kedua pahanya sedikit terbuka sehingga kelentitnya yang sedikit hitam tapi masih indah dan keras serta sedikit mengkilap karena basah itu jelas kelihatan. Bersamaan itu pula ia rebahkan tubuhnya ke kasur dengan kaki terjulang ke bawah. Aku semakin leluasa menjamahnya. Aku menindih tubuhnya yang telanjang, mencium bibir, mulut dan kedua bibir vagina serta kelentitnya, sehingga ia berdesis-desis.

“Nis, aku sudah nggak tahan nih, percepat dikit mainnya, biar cepat selesai ronde pertama, khan masih ada ronde berikutnya, jika perlu kita bermalam di sini aja,” Bisiknya ketika dengan lincah memainkan lidahku ke dalam lubang vaginanya. Ketika kugigit sedikit kelentitnya, ia bergoyang seperti goyangan dangdutnya Inul Daratista sewaktu di panggung.

“Tenang aja sayang, aku pasti memuaskanmu sesuai janjiku. Jika tidak, kamu pasti tidak mau lagi berhubungan sex denganku yah khan?” kataku sambil diam sejenak dan tetap menindih tubuhnya.

“Ayo Nis, masukin cepat penismu itu, aku dari tadi merindukan gerakannya dalam vaginaku.. Hhmm.. Auhh.. Sstt,” pintanya sambil melenguh dan mengangkat pinggulnya sampai menyentuh ujung penisku.
Tanpa kuarahkan dan kubuka kedua bibir vaginanya, ujung penisku sudah menancap ke lubang vaginanya yang basah, sehingga desahan nafasnya sulit ia sembunyikan. Penisku masuk ke lubangnya secara perlahan tanpa aku menekannya. Sedikit demi sedikit bergerak masuk hingga hampir amblas semuanya. Itu terjadi karena Tia mengangkat tinggi-tinggi sambil menggoyang pantatnya ke kiri dan ke kanan, apalagi ia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku.

Karena aku sendiri sudah tidak tahan berlama-lama, maka secara otomatis pula aku menekan agak keras sehingga batangku amblas seluruhnya dan terdengar suara aneh ‘decik.. Decakk.. Decukk..’ silih berganti dengan suara nafas kami yang terputus putus.

“Uhh.. Aahh.. Hhmm.. Auhh.. Aihh.. Ssstt.. Eee.. Naakk sekali sayang, gocok teruss..” suara Tia terdengar ketika kupercepat gerakan maju mundurku.

Rasanya mulai ada kembali desakan cairan hangat dari dalam, namun saya tidak tahu apa hal seperti itu juga dirasakan oleh Tia. Tapi yang jelas tangan Tia selalu bergerak menarik rambut dan pinggangku seolah ia tidak mampu lagi menunggu puncak permainan kami. Untung saja cairanku tertahan karena Tia tiba-tiba menarik tubuhku naik ke ranjang lalu memutar badannya sehingga aku terpaksa tinggal di bawahnya. Dengan gesitnya berputar tanpa melepas ujung penisku dari vaginanya, ia lalu jongkok dan menghentak pantatnya naik turun. Penisku sedikit perih dijepitnya namun nikmatnya lebih besar. Ketika ia memutar pinggulnya seperti joget ngebornya Inul, aku semakin sulit pertahankan lagi modal sex yang kujanjikan. Kami sama-sama basah kuyub akibat keringat.

Bukit kembar Tia bergerak indah sekali ketika ia terengah-engah bagai orang naik kuda lumping. Gerakannya cepat sekali, lalu tiba-tiba ia balikkan tubuhnya sampai aku kembali di atas mengangkanginya tanpa melepaskan sedikitpun penisku dari vaginanya. Aku berusaha menyelesaikan permainan dalam posisi ini. Kupercepat gerakanku dan kuangkat kedua kakinya bersandar ke bahuku lalu kukocok terus vaginanya hingga ia berteriak sedikit histeris. Bersamaan dengan itu pula aku merasakan cairan hangat yang sejak tadi mau keluar sudah berada dekat ujung penisku. Tiapun terasa agak gemetaran dan merangkulku dengan keras dan sempat menggigit leherku. Aku tahu kalau ia sudah dipuncak orgasme. Aku berusaha menumpahkan spermaku secara bersamaan dalam rahimnya, sebab kutahu persis wanita yang mau mencapai orgasme. Ternyata betul, aku berhasil dan aku tidak takut akan akibatnya karena Tia punya suami dan tidak bakal timbul kecurigaan jika ia hamil lagi setelah beberapa kali melahirkan.

Tanpa sepata katapun, kami saling menatap dan tersenyum, lalu tergeletak di kasur dengan telanjang bulat. Kami tidur pulas sekali. Mungkin karena capek dan puas, apalagi beberapa malam sebelumnya aku kurang tidur. Kami terbangun ketika jam 5.00 tanpa ada rasa lapar padahal kami main sejak jam 9.00 sampai jam 12.00 tadi. Kami hanya pesan makanan melalui petugas penginapan sebab kami takut keluar kamar nantia ada yang kenal kami. Kami sepakat bermalam saja, lagi pula suami Tia lagi keluar kota mengurus bisnisnya dan anak-anaknya tinggal bersama pembantu di rumah dengan alasan ia mau tugas keluar kota bersama dengan pimpinan kantor. Usai mandi, kami lalu menyantap makanan yang telah kami pesan sebelum mandi. Usai makan, kami kembali bertarung dengan posisi dan model sex macam-macam sesuai pengalaman kami masing-masing hingga larut malam lalu kami tertidur dan bangun lagi melanjutkan dengan sisa-sisa modal kekuatan yang masih kami miliki masing-masing.

Pembaca yang budiman, tidak sempat kuceritakan secara rinci posisi dan model sex yang kami terapkan sepanjang malam itu, malah sewaktu di kamar mandi, karena rasanya cerita ini sudah terlalu panjang. Aku berusaha lanjutkan lain waktu, termasuk wanita kedua yang juga berminat menyewa modalku. Bahkan ceritanya lebih seru lagi, karena usianya di atas 60 tahun dan vaginanya tidak berbulu sama sekali. Aku tidak perlu cerita berapa sewa yang kuterima, tapi yang jelas lebih dari yang kuperkirakan, bahkan aku justru ketagihan, sehingga tanpa dibayarpun rasanya aku rela dan memang beberapa kali kami lakukan tanpa minta sewa modal.

Tamat
READ MORE - Yang Tak Terlupakan

7/28/2011

Managerial Meeting

Kejadian ini berlangsung beberapa tahun yang lalu, waktu itu saya dipindahkan oleh manajemen ke Bandung untuk memimpin kantor cabang Bank di Bandung.
Suatu hari, sore sekitar pukul 18.00 WIB menjelang malam sebelum pulang, saya ngobrol dengan operational manager saya di ruangan saya. Di kantor tinggal kami berdua, office boy dan para marketing sudah ijin pulang. Saya berdiri dengan badan merapat di badannya yang duduk di kursi sambil saya memandang ke arah jalan di luar.
Saking dekatnya tak terasa kemaluan saya menempel ke lengan kanannya. Saya sejenak tertegun akan apa yang terjadi, tetapi dia kelihatannya suka dan cuek saja sambil sedikit senyum dikulum. Sedikit saya gambarkan operational manager saya yang seksi ini, saya tidak akan menyebutkan siapa namanya, saya tidak ingin dia menjadi malu karena sampai saat ini kami masih tetap berhubungan baik. Wajahnya cukup cantik, manis dengan senyum yang menggoda, dia memiliki tubuh yang mungil dengan rambut sebahu, kulitnya putih sekali karena dia orang Chinese, buah dadanya tidak begitu besar tapi sangat padat, bibirnya sangat sensual.
Tiba-tiba tangannya memegang jari-jari tangan kanan saya lalu mengusapnya perlahan, lalu saya memandang wajah cantiknya, dia tersenyum. Saya ingin sekali memeluk tubuh mungilnya. Dengan perlahan saya menurunkan muka saya ke mukanya, saya sentuh bibir seksinya, saya cium dengan lembut, dengan penuh perasaan, lalu dia balas dengan melumat bibir saya dengan kuluman lidahnya yang menggairahkan sambil menarik dasi saya untuk lebih merapat ke badannya. Tangan sayapun mulai turun mengusap-usap buah dadanya, tangannya pun tidak mau kalah, batang kemaluan saya diusap-usap dan diurut-urut dengan lembut dari luar pantalon saya. Sebelum saya lebih bernafsu, saya kunci pintu, saya ingin take safe.
Saya langsung memeluk dan menciumi seluruh muka dan lehernya begitu saya kunci pintu kantor saya. Dia mendesah dan mengerang nikmat tidak karuan. Ini yang saya sukai darinya, dia begitu expresive dan amat menikmati ciuman dan cumbuan saya. Dengan agresif dia membuka celana saya, lalu dia duduk sambil memasukkan penis saya ke dalam mulutnya dan menghisapnya perlahan-lahan lalu menariknya kembali sambil kedua bibirnya mengatupkan rapat di seputar batang kemaluan saya. Oooh, inilah yang saya paling sukai dari dia, pintar sekali mengulum kepunyaan saya. Saya tahu bahwa dia sangat mencintai saya, karenanya dia selalu memberikan yang terbaik untuk saya.
Saya benar-benar sudah tidak tahan. Segera saya tarik badannya dan saya dudukkan di atas meja saya, kedua kakinya menjuntai ke kursi. Dia benar-benar pasrah waktu saya angkat rok mininya lalu saya tarik celana dalamnya, lalu saya lumat habis selangkangannya, “Aahh”, dia menjerit perlahan sambil menjambak rambut saya.
Lebih kurang 10 menit saya melakukan foreplay lalu saya masukkan kemaluan saya ke dalam lubang cintanya. Pelan-pelan saya mulai menggoyang pantat saya maju mundur, diapun menggoyang-goyangkan pinggulnya naik turun mengikuti irama pantat saya, kaki kanannya saya angkat ke pundak saya sambil jari tangan kiri saya meremas-remas kedua buah dadanya.
Lima menit kemudian dia mempercepat gerakannya sambil mendesah-desah, “Oohh.., Maass.., Maass.., nikmat Maass”, desahnya.
Tiba-tiba kaki kanannya diturunkan, kemudian kedua kakinya dilingkarkan ke belakang pantat saya, lalu dia setengah bangun, tangan kanannya memegang leher saya, sedangkan tangan kirinya menopang badannya. Bibirnya menciumi dada saya lalu lidahnya menjilat-jilat puting dada saya.
“aaghh Pak.., oohh..,
Pak.., eennaakk paakk.., uughh”, begitulah rintihan dan lengguhan nikmatnya seirama dengan maju mundurnya pantat saya. Batang kemaluan saya terasa lebih besar setelah sekitar 20 menit menerobos dan membongkar habis kemaluannya yang merah dan menggairahkan. Saya merasakan bahwa lubang kemaluannya semakin basah namun pijatan-pijatan di dalam lubang kemaluannya semakin terasa getarannya.
Lima menit kemudian dia bangun memeluk tubuh saya erat sekali sambil menciumi dagu saya, pantatnya bergetar hebat dengan kedua kakinya yang semakin erat melingkar di belakang pantat saya.
“Ougghh.., hh.., Pak.., oohh.., Paak.., saya mau keluaar.., ooh.., oouuggh.., maauu keluuaarr.., sebentar lagi paak”, desahnya sambil terus mengerang-erang kenikmatan.
Saya semakin bergairah dan menambah kecepatan maju mundurnya pantat saya. Tiba-tiba saya merasakan badannya menegang dan menggelepar-gelepar beberapa detik, dia sedang merasakan ejakulasi, saya kembali mempercepat gerakan pantat saya sambil saya peluk dia erat dan saya mendesah-desah dan membisikkan “Ahh.., kamu.., aagghh.., aaghh.., agghh.., kamu punya nikmat sekali sayang”, demikianlah kebiasaan kami bila bercinta, kami selalu saling apresiasi bila salah satu dari kami mencapai puncak kenikmatan. Badannya kembali mengejang kuat sambil bergetar hebat menikmati irama goyangan pantat saya serta dahsyatnya batang kemaluan saya.
“aagghh.., Paak.., saya keluaarr Paak”, teriaknya. Bersamaan dengan telah mencapai puncak orgasme manager saya itu, maka saya tekan habis-habisan batang kemaluan saya hingga saya rasakan menyentuh dinding vaginanya. Nikmat sekali memang rasanya, saya tetap terus memaju mundurkan pantat saya, maklum saya termasuk pria yang butuh waktu lama bila bercinta. Apalagi kemaluan saya yang perkasa ini.
Bagi anda para pembaca wanita, anda bisa membayangkan kemaluan saya seperti apa, kemaluan saya tidak begitu panjang tapi sangat keras sekali, sekitar 14 cm dengan diameter sekitar 3,8 cm, berwarna coklat sedikit pink dengan kepala kemaluan bundar menawan dan mengkilat. Banyak sekali wanita yang mengagumi kemaluan saya. Mereka umumnya selalu merasa exited dan ingin selalu mem-blowjob-nya.
Sampai suatu ketika saya merasa bahwa saya akan mencapai puncak kenikmatan. Saya bisikkan bahwa saya mau keluarin di mulutnya. Dia tersenyum dan mengedipkan matanya pertanda setuju. Saya merasa sangat terangsang dan dihargai, lalu saya percepat gerakan batang kemaluan saya keluar masuk liang vaginanya yang kini terasa lebih sempit dan sedikit kering. Dia membisikkan kata-kata kenikmatan, “Ouugghh.., ough.., ough.., Paak.., “Pakk.., uuhh nikmat sekali punya bapaak.., saya mau kelluar lagii Paak”, teriaknya. Tiba-tiba badannya mengejang dan bergetar hebat beberapa saat, rupanya dia keluar untuk kedua kali. Saya mempercepat gerakan, 2 menit kemudian ketika saya sudah tidak tahan lagi, saya keluarkan batang kemaluan saya dari liang vaginanya, lalu dia langsung jongkok bersimpuh dan saya mulai meremas-remas rambut dan sedikit menjambaknya sebelum saya ejakulasi.
Lalu.., “Cret.., cret.., crett.., crett”, saya muntahkan cairan sperma saya ke dalam mulut seksinya. Sebagian yang masuk ke dalam mulutnya langsung ditelan, sebagian lagi mengenai mata, hidung dan dagu serta turun mengenai buah dadanya. “Ugh nikmat sekali”. Kami lalu berpelukan sambil membisikkan kata-kata sayang, setelah kami berpakaian dan sama-sama merasa rapi, saya antarkan dia pulang ke rumahnya di kawasan Jl. Setia Budi sambil saling berjanji untuk melakukannya esok hari.
Tamat
READ MORE - Managerial Meeting

7/27/2011

Malam Yang Terasa Panjang

Kisah ini terjadi kira-kira 2 tahun yang lalu. Saat itu aku masih kuliah. Aku sedang sendirian di rumah, karena orang tuaku sedang pergi ke luar kota menghadiri sebuah acara. Sebenarnya, aku sudah sering ditinggal sendirian di rumah. Tetapi entah mengapa, malam itu aku merasa sangat kesepian. Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya aku memutuskan untuk menelpon pacarku, Fredi, dan memintanya untuk menemaniku. Dia pun menyetujuinya bahkan berencana untuk menginap.
Satu jam kemudian, dia datang. Kami mengobrol sejenak. Karena malam itu adalah malam minggu, maka kami berencana untuk pergi nonton. Satu hal yang tidak mungkin kulakukan saat orang tuaku ada di rumah.
Pukul 21:00 kami keluar, namun kami tidak langsung menuju gedung bioskop, melainkan mencari makan dulu. Setelah itu, kami memesan tiket. Bioskop yang kami kunjungi ini dekat dengan rumahku, dan tidak terlalu ramai walau malam minggu sekalipun. Jadi kami dapat bebas memilih tempat duduk. Seperti biasa, kami memilih tempat duduk favorit kami. Barisan tengah, dekat tembok.
Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya film pun dimulai. Pada mulanya, kami hanya saling berpegangan tangan dan sesekali tangannya membelai wajahku. Ketika film sudah setengah jalan, ada adegan dimana pemainnya melakukan hubungan badan (yang kemudian disensor). Aku meliriknya, dia terlihat acuh tak acuh, namun tiba-tiba kurasakan tangannya mulai bergerak ke arah rokku. Saat itu aku memakai rok selutut, sehingga tangannya dengan mudah berhasil menyelinap ke baliknya dan membelai pahaku. Darahku mulai berdesir. Tanganku pun mulai bergerak membelai daerah selangkangannya. Kami melakukan hal itu selama beberapa saat, hingga akhirnya aku berkata, “Mas, jangan di sini.”
Dia mengamati wajahku. Kemudian menghentikan aktivitasnya.
Film telah selesai, dan kami telah berada di rumah. Setelah mengunci semua pintu dan mematikan lampu, aku pun naik ke lantai 2 menuju kamarku. Kulihat Fredi sedang di kamar mandi. Aku mengganti bajuku dengan baju tidur yang berbentuk daster, dan bergantian dengan Fredi masuk ke kamar mandi untuk menggosok gigi. Ketika aku kembali ke kamar, Fredi sedang tidur di tempat tidurku hanya memakai celana pendek, entah dia sudah benar-benar tidur atau belum. Ketika sedang menyisir rambutku, kurasakan sebuah tangan memeluk pinggangku dari belakang. Ternyata Fredi.
Dia sudah berdiri di belakangku sambil menciumi rambutku.
“Rambutmu wangi Dik, baru keramas ya..?” katanya lembut dekat dengan kupingku.
Aku pun mengangguk. Dia menyibakkan rambutku dan menciumi tengkukku. Tengkukku merupakan daerah sensitifku, dan perlakuannya itu membuatku terangsang. Kubalikkan badanku menghadapnya, dan langsung menyambut bibirnya. Kami berciuman dengan penuh nafsu dan tangannya mulai masuk ke balik dasterku, meremas pantatku.
Tanganku mulai menelusuri punggungnya ke arah bawah, hingga aku bisa meraih celananya dan langsung kulepaskan berikut celana dalamnya. Kuremas batang kemaluannya yang sudah mengeras. Dia melepas bibirnya dari bibirku dan mulai melepas pakaianku, mulai dari daster sampai BH-ku dengan cepat dilepaskannya, hingga tinggal celana dalam saja yang melekat di tubuhku. Lalu dia membopong dan membaringkan tubuhku di atas tempat tidur.
Setelah memposisikan tubuhnya di atas tubuhku, kami mulai berciuman lagi. Namun kali ini, ciumannya tidak hanya pada satu tempat. Lidahnya menelusuri seluruh bagian tubuhku, wajah, leher, dada, perut. Setelah menjilati perutku, dia menuju ke arah payudaraku. Dijilatinya daerah sekitar puting susuku, sementara tangannya meremas-remas payudaraku yang lain. Lidahnya mulai mempermainkan puting susuku, lalu kadang-kadang dia menggigit atau menghisapnya dalam-dalam. Aku mendesah keenakan sambil meremas rambutnya yang lebat.
Setelah puas dengan yang di sebelah kiri, dia pun pindah melahap payudaraku yang sebelah kanan. Setelah itu lidahnya menelusuri perutku lagi, namun begitu sampai di celana dalamku, dia langsung menggigitnya dan menariknya hingga lepas. Dilebarkannya kedua kakiku dan dengan gerakan yang pasti dia membenamkan kepalanya di antara kedua kakiku itu. Pertama, dia menjilati klitorisku, membuatku menggelinjang menahan rasa geli. Kemudian lidahnya digerakkan menuju bibir kemaluanku yang sudah sangat basah. Lidahnya dengan pasti menyusup ke dalam lubang senggamaku, sementara tangannya terus meremas kedua payudaraku.
Desahan-desahan terus keluar dari mulutku, “Oh.. ah.. enak sekali Mas.. ooh..!”
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang akan keluar, “Maas, aku mau keluar..!”
Mendengar teriakanku ini, dia semakin bernafsu mempermainkan liang senggamaku dengan lidahnya. Lalu aku merasa tubuhku menegang diiringi rasa nikmat yang luar biasa, dan tanpa sadar kepalanya yang berada di antara pahaku kujepit.
Dia menunggu orgasmeku lewat, dan setelah aku tenang dia berbisik di telingaku, “Gimana rasanya..?”
“Enak sekali Mas..,” aku menjawab sambil tersenyum.
“Aku juga ingin merasakannya..,” dia berkata membalas senyumanku.
Posisi kami sudah berbalik. Sekarang dia sudah berbaring di bawahku. Aku mulai dengan menciumi bibirnya, wajahnya, lalu turun ke leher, dada dan perut. Kuraba batang kejantanannya yang masih mengeras dan dengan perlahan kuarahkan ke mulutku. Kujilati perlahan batang kemaluan itu, dan setelah seluruh permukaannya basah, aku pun memasukkannya ke dalam mulutku. Bagiku, ukuran batang kemaluannya termasuk besar, sehingga aku harus membuka mulutku lebar-lebar agar seluruhnya bisa masuk. Kukocok batang kemaluannya dengan mulutku, dan sesekali kuhisap. Aku mendengar lenguhannya setiap kali batangnya kuhisap, “Wow.. ooh.. oohh..”
Mendengar lenguhannya itu, aku semakin bernafsu. Kupercepat kocokanku dan lebih sering lagi kuhisap. Tidak berapa lama, dia mengalami ejakulasi. Kurasakan air maninya di mulutku, yang kemudian langsung kutelan semuanya. Kuperhatikan wajahnya, dia nampak seperti kesakitan, namun setelah selesai, dia menarik nafas.
Dia berkata, “Terima kasih, sungguh nikmat sekali.”
Aku membalas dengan mencium lembut bibirnya, lalu berbaring di sebelahnya.
Kami berdiam diri sejenak. Namun tidak berapa lama, tangan kami mulai meraba-raba lagi. Dia meraba bibir kemaluanku, sedangkan aku meraba batang kejantanannya. Bibir kami saling berpagutan, hingga kurasakan batang kejantanannya kembali menegang dan liang senggamaku mulai basah. Kemudian dia berguling ke atasku, kali ini batang kejantanannya digesek-gesekkan ke bibir kemaluanku. Bibir kami masih tetap berpagutan. Tangannya mulai membimbing batang kemaluannya menuju ke lubang senggamaku. Aku mulai merasa batang kejantanannya perlahan-lahan masuk.
Perlu diketahui, bahwa walaupun kami sudah sering berhubungan atau bercinta dan bercumbu, namun saya masih perawan. Hal ini memang belum pernah terjadi sebelumnya, karena memang keadaan diantara kami yang tidak memungkinkan kami untuk bertindak ke hal yang lebih. Tetapi apa yang kami lakukan saat ini benar-benar merupakan kesempatan buat kami merasakan sensasi hubungan seks yang sebenarnya, selayaknya seorang suami yang mencumbu istri tersayangnya.
Dia memandang wajahku, dan ketika melihatku tersenyum, dia mulai menggerakkan batang kejantanannya keluar masuk, walaupun baru bagian kepalanya saja yang sudah masuk ke dalam liang keperawananku. Rasanya enak tetapi sekaligus juga geli. Kulihat dia pun menikmatinya.
Tiba-tiba dia berhenti dan bertanya, “Apa kamu mau melakukannya..?”
Aku memandangnya, aku berpikir bahwa aku sudah berpacaran dengannya lebih dari 4 tahun dan aku memang menginginkannya.
Aku pun menjawab mantap, “Ya Mas, ayo lakukan..!”
Perlahan dia mulai mendorong batang kemlauannya masuk, namun tiap kali aku meringis kesakitan, dia berhenti, lalu mulai lagi hingga akhirnya batang kejantanannya benar-benar terbenam di dalam liang keperawananku. Aku merasa kemaluanku begitu penuh hingga aku tidak dapat merasakan gerakan ototnya lagi.
Namun dia justru berkata, “Aaah, enak sekali pijatanmu Dik..!” sambil menikmati penetrasinya yang sukses dia lakukan.
Saya yang saat itu dilingkupi perasaan sakit karena baru pertama kalinya ditembus oleh batang kejantanan lelaki. Tetapi perasaan itu tidak lama kurasakan, karena sebentar kemudian kurasakan kenikmatan setelah melihat wajahnya yang begitu kusuka.
Setelah diam sesaat, dia mulai menggenjot batang kejantanannya keluar masuk liangku yang saat itu sudah tidak lagi perawan. Tiba-tiba dia menarik badanku ke pinggir tempat tidur hingga dia sekarang dalam posisi berdiri. Dia kembali menggenjot, dan dia membasahi jarinya dengan ludah lalu mengusapkannya ke klitorisku. Aku menggelinjang hebat. Rasanya nikmat sekali. Aku mulai meremas-remas payudaraku, namun kemudian dia menepis tanganku dan dengan penuh nafsu melahap payudaraku. Aku merasakan sensasi yang sangat hebat.
Batang kejantanannya ada di dalam liang senggamaku, tangannya mengusap-usap klitorisku dan mulutnya menghisap payudaraku.
“Ooohh.. enak Sayang.., ooh.. sungguh nikmat..!” erangku.
“Aku juga Sayang.., kita keluarkan bersamaan yah..?” katanya ditengah-tengah permainan seks yang kami lakukan.
Setelah melakukannya dengan posisi yang sama selama kurang lebih 10 menit, kami pun mencapai orgasme secara bersamaan. Dan kemudian tergeletak lemas karena kelelahan. Saat itu sudah pagi, namun kami tidur dengan lelap hingga hari menjelang sore.
Tamat
READ MORE - Malam Yang Terasa Panjang

7/26/2011

3 Rondeku Yang Luar Biasa

Sejak aku mengetahui alamat ini tujuh bulan lalu, hampir semua cerita aku baca, terutama yang merupakan kisah nyata. Karena itulah aku tergerak untuk mencoba menceritakan pengalamanku. Aku (sebut saja Aswin), umur hanpir 40 tahun, postur tubuh biasa saja, seperti rata-rata orang Indonesia, tinggi 168 cm, berat 58 kg, wajah lumayan (kata ibuku), kulit agak kuning, seorang suami dan bapak satu anak kelas satu Sekolah Dasar. Selamat mengikuti pengalamanku.
Cerita yang aku paparkan berikut ini terjadi hari Senin. Hari itu aku berangkat kerja naik bis kota (kadang-kadang aku bawa mobil sendiri). Seperti hari Senin pada umumnya bis kota terasa sulit. Entah karena armada bis yang berkurang, atau karena setiap Senin orang jarang membolos dan berangkat serentak pagi-pagi. Setelah hampir satu jam berlari ke sana ke mari, akhirnya aku mendapatkan bis.
Dengan nafas ngos-ngosan dan mata kesana kemari, akhirnya aku mendapat tempat duduk di bangku dua yang sudah terisi seorang wanita. Kuhempaskan pantat dan kubuang nafas pertanda kelegaanku mendapatkan tempat duduk, setelah sebelumnya aku menganggukkan kepala pada teman dudukku. Karena lalu lintas macet dan aku lupa tidak membawa bacaan, untuk mengisi waktu dari pada bengong, aku ingin menegur wanita di sebelahku, tapi keberanianku tidak cukup dan kesempatan belum ada, karena dia lebih banyak melihat ke luar jendela atau sesekali menunduk.
Tiba-tiba ia menoleh ke arahku sambil melirik jam tangannya.
“Mmacet sekali ya?” katanya yang tentu ditujukan kepadaku.
“Biasa Mbak, setiap Senin begini. Mau kemana?” sambutku sekaligus membuka percakapan.
“Oh ya. Saya dari Cikampek, habis bermalam di rumah orang tua dan mau pulang ke Pondok Indah,” jawabnya.
Belum sempat aku buka mulut, ia sudah melanjutkan pembicaraan,
“Kerja dimana Mas?”
“Daerah Sudirman,” jawabku.
Obrolan terus berlanjut sambil sesekali aku perhatikan wajahnya. Bibirnya tipis, pipinya halus, dan rambutnya berombak. Sedikit ke bawah, dadanya tampak menonjol, kenyal menantang. Aku menelan ludah. Kuperhatikan jarinya yang sedang memegang tempat duduk di depan kami, lentik, bersih terawat dan tidak ada yang dibiarkan tumbuh panjang. Dari obrolannya keketahui ia (sebut saja Mamah) seorang wanita yang kawin muda dengan seorang duda beranak tiga dimana anak pertamanya umurnya hanya dua tahun lebih muda darinya. Masa remajanya tidak sempat pacaran. Karena waktu masih sekolah tidak boleh pacaran, dan setelah lulus dipaksa kawin dengan seorang duda oleh orang tuanya. Sambil bercerita, kadang berbisik ke telingaku yang otomatis dadanya yang keras meneyentuh lengan kiriku dan di dadaku terasa seer! Sesekali ia memegangi lenganku sambil terus cerita tentang dirinya dan keluarganya. “Pacaran asyik ya Mas?” tanyanya sambil memandangiku dan mempererat genggaman ke lenganku. Lalu, karena genggaman dan gesekan gunung kembar di lengan kiriku, otakku mulai berpikiran jorok. “Kepingin ya?” jawabku berbisik sambil mendekatkan mulutku ke telinganya. Ia tidak menjawab, tapi mencubit pahaku.
Tanpa terasa bis sudah memasuki terminal Blok M, berarti kantorku sudah terlewatkan. Kami turun. Aku bawakan tasnya yang berisi pakaian menuju kafetaria untuk minum dan meneruskan obrolan yang terputus. Kami memesan teh botol dan nasi goreng. Kebetulan aku belum sarapan dan lapar. Sambil menikmati nasi goreng hangat dan telor matasapi, akhirnya kami sepakat mencari hotel. Setelah menelepon kantor untuk minta cuti sehari, kami berangkat.
Sesampai di kamar hotel, aku langsung mengunci pintu dan menutup rapat kain horden jendela. Kupastikan tak terlihat siapapun. Lalu kulepas sepatu dan menghempaskan badan di kasur yang empuk. Kulihat si Mamah tak tampak, ia di kamar mandi. Kupandangi langit-langit kamar, dadaku berdetak lebih kencang, pikiranku melayang jauh tak karuan. Senang, takut (kalau-kalau ada yang lihat) terus berganti. Tiba-tiba terdengar suara tanda kamar mandi dibuka. Mamah keluar, sudah tanpa blaser dan sepatunya. Kini tampak di hadapanku pemandangan yang menggetarkan jiwaku. Hanya memakai baju putih tipis tanpa lengan. Tampak jelas di dalamnya BH hitam yang tak mampu menampung isinya, sehingga dua gundukan besar dan kenyal itu membentuk lipatan di tengahnya. Aku hanya bisa memandangi, menarik nafas serta menelan ludah.
Mungkin ia tahu kalau aku terpesona dengan gunung gemburnya. Ia lalu mendekat ke ranjang, melatakkan kedua tangannya ke kasur, mendekatkan mukanya ke mukaku, “Mas..” katanya tanpa melanjutkan kata-katanya, ia merebahkan badan di bantal yang sudah kusiapkan. Aku yang sudah menahan nafsu sejak tadi, langsung mendekatkan bibirku ke bibirnya. Kami larut dalam lumat-lumatan bibir dan lidah tanpa henti. Kadang berguling, sehingga posisi kami bergantian atas-bawah. Kudekap erat dan kuelus punggungnya terasa halus dan harum. Posisi ini kami hentikan atas inisiatifku, karena aku tidak terbiasa ciuman lama seperti ini tanpa dilepas sekalipun. Tampak ia nafsu sekali. Aku melepas bajuku, takut kusut atau terkena lipstik. Kini aku hanya memakai CD. Ia tampak bengong memandangi CD-ku yang menonjol. “Lepas aja bajumu, nanti kusut,” kataku. “Malu ah..” katanya. “Kan nggak ada yang lihat. Cuma kita berdua,” kataku sambil meraih kancing paling atas di punggungnya. Dia menutup dada dengan kedua tangannya tapi membiarkan aku membuka semua kancing. Kulempar bajunya ke atas meja di dekat ranjang. Kini tinggal BH dan celana panjang yang dia kenakan. Karena malu, akhirnya dia mendekapku erat-erat. Dadaku terasa penuh dan empuk oleh susunya, nafsuku naik lagi satu tingkat, “burung”-ku tambah mengencang.
Dalam posisi begini, aku cium dan jilati leher dan bagian kuping yang tepat di depan bibirku. “Ach.. uh..” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Mulai terangsang, pikirku. Setelah puas dengan leher dan kuping kanannya, kepalanya kuangkat dan kupindahkan ke dada kiriku. Kuulangi gerakan jilat leher dan pangkal kuping kirinya, persis yang kulakukan tadi. Kini erangannya semakin sering dan keras. “Mas.. Mas.. geli Mas, enak Mas..” Sambil membelai rambutnya yang sebahu dan harum, kuteruskan elusanku ke bawah, ke tali BH hingga ke pantatnya yang bahenol, naik-turun.
Selanjutnya gerilyaku pindah ke leher depan. Kupandangi lipatan dua gunung yang menggumpal di dadanya. Sengaja aku belum melepas BH, karena aku sangat menikmati wanita yang ber-BH hitam, apalagi susunya besar dan keras seperti ini. Jilatanku kini sampai di lipatan susu itu dan lidahku menguas-nguas di situ sambil sesekali aku gigit lembut. Kudengar ia terus melenguh keenakan. Kini tanganku meraih tali BH, saatnya kulepas, ia mengeluh, “Mas.. jangan, aku malu, soalnya susuku kegedean,” sambil kedua tangannya menahan BH yang talinya sudah kelepas. “Coba aku lihat sayang..” Kataku memindahkan kedua tangannya sehingga BH jatuh, dan mataku terpana melihat susu yang kencang dan besar. “Mah.. susumu bagus sekali, aku sukaa banget,” pujiku sambil mengelus susu besar menantang itu. Putingnya hitam-kemerahan, sudah keras.
Kini aku bisa memainkan gunung kembar sesukaku. Kujilat, kupilin putingnya, kugigit, lalu kugesek-gesek dengan kumisku, Mamah kelojotan, merem melek, “Uh.. uh.. ahh..” Setelah puas di daerah dada, kini tanganku kuturunkan di daerah selangkangan, sementara mulut masih agresif di sana. Kuusap perlahan dari dengkul lalu naik. Kuulangani beberapa kali, Mamah terus mengaduh sambil membuka tutup pahanya. Kadang menjepit tangan nakalku. Semua ini kulakukan tahap demi tahap dengan perlahan. Pertimbanganku, aku akan kasih servis yang tidak terburu-buru, benar-benar kunikmati dengan tujuan agar Mamah punya kesan berbeda dengan yang pernah dialaminya. Kuplorotkan celananya. Mamah sudah telanjang bulat, kedua pahanya dirapatkan. Ekspresi spontan karena malu.
Kupikir dia sama saja denganku, pengalaman pertama dengan orang lain. Aku semakin bernafsu. Berarti di hadapanku bukan perempuan nakal apalagi profesional. Kini jari tengahku mulai mengelus perlahan, turun-naik di bibir vaginanya. Perlahan dan mengambang. Kurasakan di sana sudah mulai basah meski belum becek sekali. Ketika jari tengahku mulai masuk, Mamah mengaduh, “Mas.. Mas.. geli.. enak.. terus..!” Kuraih tangan Mamah ke arah selangkanganku (ini kulakukan karena dia agak pasif. Mungkin terbiasa dengan suami hanya melakukan apa yang diperintahkan saja). “Mas.. keras amat.. Gede amat?” katanya dengan nada manja setelah meraba burungku. “Mas.. Mamah udah nggak tahan nikh, masukin ya..?” pintanya setengah memaksa, karena kini batangku sudah dalam genggamannya dan dia menariknya ke arah vagina. Aku bangkit berdiri dengan dengkul di kasur, sementara Mamah sudah dalam posisi siap tembak, terlentang dan mengangkang. Kupandangi susunya keras tegak menantang.
Ketika kurapatkan “senjataku” ke vaginanya, reflek tangan kirinya menangkap dan kedua kakinya diangkat. “Mas.. pelan-pelan ya..” Sambil memejamkan mata, dibimbingnya burungku masuk ke sarang kenikmatan yang baru saja dikenal. Meski sudah basah, tidak juga langsung bisa amblas masuk. Terasa sempit. Perlahan kumasukkan ujungnya, lalu kutarik lagi. Ini kuulangi hingga empat kali baru bisa masuk ujungnya. “Sret.. sret..” Mamah mengaduh, “Uh.. pelan Mas.. sakit..” Kutarik mundur sedikit lagi, kumasukkan lebih dalam, akhirnya.. “Bles.. bles..” barangku masuk semua. Mamah langsung mendekapku erat-erat sambil berbisik, “Mas.. enak, Mas enak.. enak sekali.. kamu sekarang suamiku..” Begitu berulang-ulang sambil menggoyangkan pinggul, tanpa kumengerti apa maksud kata “suami”.
Mamah tiba-tiba badannya mengejang, kulihat matanya putih, “Aduuh.. Mas.. aku.. enak.. keluaar..” tangannya mencengkeram rambutku. Aku hentikan sementara tarik-tusukku dan kurasakan pijatan otot vaginanya mengurut ujung burungku, sementara kuperhatikan Mamah merasakan hal yang sama, bahkan tampak seperti orang menggigil. Setelah nafasnya tampak tenang, kucabut burungku dari vaginanya, kuambil celana dalamnya yang ada di sisi ranjang, kulap burungku, juga bibir vaginanya. Lantas kutancapkan lagi. Kembali kuulangi kenikmatan tusuk-tarik, kadang aku agak meninggikan posisiku sehingga burungku menggesek-gesek dinding atas vaginanya. Gesekan seperti ini membuat sensasi tersendiri buat Mamah, mungkin senggamanya selama ini tak menyentuh bagian ini. Setiap kali gerakan ini kulakukan, dia langsung teriak, “Enak.. terus, enak terus.. terus..” begitu sambil tangannya mencengkeram bantal dan memejamkan mata. “Aduuhm Mas.. Mamah keluar lagi niikh..” teriaknya yang kusambut dengan mempercepat kocokanku.
Tampak dia sangat puas dan aku merasa perkasa. Memang begitu adanya. Karena kalau di rumah, dengan istri aku tidak seperkasa ini, padahal aku tidak pakai obat atau jamu kuat. Kurasakan ada sesuatu yang luar biasa. Kulirik jam tanganku, hampir satu jam aku lakukan adegan ranjang ini. Akhirnya aku putuskan untuk terus mempercepat kocokanku agar ronde satu ini segera berakhir. Tekan, tarik, posisi pantatku kadang naik kadang turun dengan tujuan agar semua dinding vaginanya tersentung barangku yang masih keras. Kepala penisku terasa senut-senut,
“Mah.. aku mau keluar nikh..” kataku.
“He.. eeh.. terus.. Mas, aduuh.. gila.. Mamah juga.. Mas.. terus.. terus..”
“Crot.. crot..” maniku menyemprot beberapa kali, terasa penuh vaginanya dengan maniku dan cairannya. Kami akhiri ronde pertama ini dengan klimaks bareng dan kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Satu untukku dan tiga untuk Mamah.
Setelah bersih-bersih badan, istirahat sebentar, minum kopi, dan makan makanan ringan sambil ngobrol tentang keluarganya lebih jauh. Mamah semakin manja dan tampak lebih rileks. Merebahkan kepalanya di pundakku, dan tentu saja gunung kembarnya menyentuh badanku dan tangannya mengusap-usap pahaku akhirnya burungku bangun lagi. Kesempatan ini dipergunakan dengan Mamah. Dia menurunkan kepalanya, dari dadaku, perut, dan akhirnya burungku yang sudah tegang dijilatinya dengan rakus. “Enak Mas.. asin gimana gitu. Aku baru sekali ini ngrasain begini,” katanya terus terang. Tampak jelas ia sangat bernafsu, karena nafasnya sudah tidak beraturan. “Ah..” lenguhnya sambil melepas isapannya. Lalu menegakkan badan, berdiri dengan dengkul sebagai tumpuan. Tiba-tiba kepalaku yang sedang menyandar di sisi ranjang direbahkan hingga melitang, lalu Mamah mengangkangiku.
Posisi menjadi dia persis di atas badanku. Aku terlentang dan dia jongkok di atas perutku. Burungku tegak berdiri tepat di bawah selangkangannya. Dengan memejamkan mata, “Mas.. Mamah gak tahaan..” Digenggamnya burungku dengan tangan kirinya, lalu dia menurunkan pantatnya. Kini ujung kemaluanku sudah menyentuh bibir vaginanya. Perlahan dan akhirnya masuk. Dengan posisi ini kurasakan, benar-benar kurasakan kalau barang Mamah masih sempit. Vagina terasa penuh dan terasa gesekan dindingnya. Mungkin karena lendir vaginanya tidak terlalu banyak, aku makin menikmati ronde kedua ini. “Aduuh.. Mas, enak sekali Mas. Aku nggak pernah sepuas ini. Aduuh.. kita suami istri kan?” lalu.. “Aduuh.. Mamah enak Mas.. mau keluar nikh.. aduuh..” katanya sambil meraih tanganku diarahkan ke susunya. Kuelus, lalu kuremas dan kuremas lagi semakin cepat mengikuti, gerakan naik turun pantatnya yang semakin cepat pula menuju orgasme.
Akhirnya Mamah menjerit lagi pertanda klimaks telah dicapai. Dengan posisi aku di bawah, aku lebih santai, jadi tidak terpancing untuk cepat klimaks. Sedangkan Mamah sebaliknya, dia leluasa menggerakkan pantat sesuai keinginannya. Adegan aku di bawah ini berlangsung kurang lebih 30 menit. Dan dalam waktu itu Mamah sempat klimaks dua kali. Sebagai penutup, setelah klimaks dua kali dan tampak kelelahan dengan keringat sekujur tubuhnya, lalu aku rebahkan dia dengan mencopot burungku. Setelah kami masing-masing melap “barang”, kumasukkan senjataku ke liang kenikmatannya. Posisinya aku berdiri di samping ranjang. Pantatnya persis di bibir ranjang dan kedua kakinya di pundakku. Aku sudah siap memulai acara penutupan ronde kedua. Kumulai dengan memasukkan burungku secara perlahan. “Uuh..” hanya itu suara yang kudengar. Kumaju-mundurkan, cabut-tekan, burungku. Makin lama makin cepat, lalu perlahan lagi sambil aku ambil nafas, lalu cepat lagi. Begitu naik-turun, diikuti suara Mamah, “Hgh.. hgh.. ” seirama dengan pompaanku.
Setiap kali aku tekan mulutnya berbunyi, “Uhgh..” Lama-lama kepala batanganku terasa berdenyut.
“Mah.. aku mau keluar nikh..”
“Yah.. pompa lagi.. cepat lagi.. Mamah juga Mas.. Kita bareng ya.. ya.. terus..” Dan akhirnya jeritan..
“Aaauh..” menandai klimaksnya, dan kubalas dengan genjotan penutup yang lebih kuat merapat di bibir vagina, “Crot.. crott..” Aku rebah di atas badannya. Adegan ronde ketiga ini kuulangi sekali lagi. Persis seperti ronde kedua tadi.
Pembaca, ini adalah pengalaman yang luar biasa buat saya. Luar biasa karena sebelumnya aku tak pernah merasakan sensasi se-luar biasa dan senikmat ini. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi, meski aku tahu alamatnya. Kejadian ini membuktikan, seperti yang pernah kubaca, bahwa selingkuh yang paling nikmat dan akan membawa kesan mendalam adalah yang dilakukan sekali saja dengan orang yang sama. Jangan ulangi lagi (dengan orang yang sama), sensasinya atau getarannya akan berkurang. Aku kadang merindukan saat-saat seperti ini. Selingkuh yang aman seperti ini. Tamat
READ MORE - 3 Rondeku Yang Luar Biasa

7/25/2011

Birahi Ditengah Samudera

Namaku Ryan (bukan nama yang sebenarnya), pangilan akrabku kuanggap bagus dan selalu membawa kehokian yang baik dan ditunjang dengan postur tubuhku yang sangat atletis, tinggi 167 cm dengan berat badan 58 kg sangatlah membantuku dalam segala kegiatan. Keramahan serta rendah hati adalah senjataku karena aku berprinsip banyak teman banyak rejeki dan tidak kelewatan pula pasti banyak wanita yang tergoda. Dengan formasi yang begitu, tentu anda tahu seleraku. Aku sangat menyukai wanita yang berumur sekitar 30 hingga 37 tahun dimana mereka umumnya sangatlah cantik, dewasa dan terlihat sangat anggun. Entah mengapa Tuhan memberi anugerah kecantikan wanita yang sempurna bila mereka berumur sekitar yang kusebutkan di atas.

Aku bekerja di perusahaan P**** (edited) yang sangat syarat berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat dengan posisi yang lumayan srategis.

Diawali dengan perkenalanku dengan seorang pramuniaga yang sangat cantik, umurnya sekitar 33 tahun dan mempunyai anak satu. Henny namanya, sangat mudah diingat dan sangat enak terdengar di telinga. Perkenalanku berawal ketika aku sedang berlibur ke Kalimanatan (Banjarmasin). Perkenalan itu sangat indah dan romantis, disaat matahari tenggelam tertelan air laut di atas dek ferry kulihat seorang wanita bersandar di tiang besi dengan rambut yang tergerai melambai-lambai tertiup sepoi-sepoi angin laut, sungguh cantik dan sexy lekuk tubuh dan dadanya membusung ke depan, sweter unggu serta span warna hitam tak dapat menyembunyikan keindahan tubuhnya.

Dengan langkah yang pasti kuhampiri dengan sedikit sapaan dan percakapan yang sopan mulailah ia terbawa oleh obrolanku yang sedikit humor dan kadang menimbulkan gelak tawa yang memunculkan lesung pipinya, ya ampun cantik betul mahluk ini. Setelah puas dengan ngobrol ini itu dan matahari pun malu menampakkan wajahnya ternyata sudah pukul 19:00 WIB, tak terasa sudah perkenalan yang begitu lama di atas dek dan kami memutuskan untuk kembali ke bangku masing-masing. Kami berjanji akan bertemu kembali jam 21:30 di tiang besi saksi perkenalan kami.

Setelah mandi dan merapikan diri, tak sadar handphone-ku berdering, alarm yang sengaja kupasang telah memanggilku untuk segera naik ke dek karena sudah waktunya kujemput bidadariku di atas dek. “Hai Ryan..” sapa merdu Henny menyapaku dengan menepuk punggungku saat aku memandang lautan.
“Hai, Hen..” sedikit taktik, kubelai rambutnya.
“Maaf Hen..” kataku mesra.
“Ada apa Ryan..” balasnya manja.
“Nih benang bikin rusak pemandangan,” jawabku, padahal benang itu sejak tadi ada di tanganku.
“Oh kamu ini bisa aja Ryan..” bisiknya manja.

Henny sudah bercerai 3 tahun yang lalu dikarenakan suaminya suka berjudi dan mabuk-mabukan yang membuatnya banyak dililit hutang dan kehidupan rumah tangganya selalu tak terhindar akan keributan.

“Kenapa kamu tak cari suami lagi, Hen..” tanyaku untuk memecahkan keheningan.
“Ah.. nantilah,” jawabnya, “Aku masih suka sendiri dan masih kunikmati peran gandaku sebagai ibu dan ayahnya Ranny (anaknya, red) toh masih cukup gajiku untuk membiayainya.”
“Hebat kamu Hen, bagitu tegar dalam keadaan begitu. Kurang apa coba.. kamu mandiri, cantik, sexy dan masih muda lagi, akupun mau mendaftar kalo masih ada lowongan.. ahahaha..” aku sengaja tertawa untuk meriuhkan suasana karena kulihat dia diam dengan wajah agak memerah.
“Hahahhaha..” ternyata dia tertawa, “Ach kamu ini pantesnya jadi adikku,” jawabnya melecehkan.
“Hahahaha.. aku malah,” terbahak-bahak karenanya, “Lho meskipun adik tapi bisa buat adik si Ranny lho.”
“Mana mungkin,” jawabnya.
“Lha kok nggak percaya.. jangan ketagihan ya nanti,” jawabku.
“Yee.. siapa yang mau,” godanya manja.
“Aku yang mau,” jawabku.
Kamipun tertawa riang.
“Dasar buaya,” jawabnya.

Tanpa sadar kapal bergoyang dan angin semakin kencang dan Henny sudah ada di pelukanku, karena terombang-ambing kapal kudekap tubuh sintalnya dan tak luput kupengang buah dadanya yang besar, ternyata diapun diam saja. Kutahan goyangan kapal dan tak kulewatkan kesempatan itu dengan sedikit fantasiku goyangkan pantatku dan.., “Ach.. nakalnya kamu..” ternyata diapun menyadari makin nekadnya aku mengambil kesempatan dalam kesempitan sambil mencubit pinggangku, “Menggoda ya..” bisiknya.
“Ach masa, tapi suka kan,” jawabku.
“Hahahaa..” gelak tawapun tak terhindarkan lagi.
“Hen turun yuk, bahaya nich.. kayaknya angin semakin kencang dan goyangan kapal semakin garang kalo aku yang goyang kamu sich nggak masalah, lha ini kapal yang goyang.. hehehe..” ajakku mesra.
“Dasaar.. dasaar, bener-bener buaya kamu Ryan,” balasnya manja.
“Pppsst.. bukan buaya tapi biawak.. hahahha..” balasku.

Kamipun menuju anak tangga, satu persatu anak tangga kami lalui dengan tangan yang melingkari perutnya dan diapun melingkarkan tangannya di pinggangku. Dengan berani kucium telinganya, dia diam saja hanya reaksi tangannya saja yang menggenggam perutku dan kamipun sudah sampai di depan pintu yang bertuliskan staff only lalu kutarik pinggangnya untuk masuk, diapun tidak menolak. Dengan luas ruangan 2 X 4 m2 sangatlah luas bagi kami berdua. Dalam keremangan lampu kulumat bibir tipisnya, nafas kamipun semakin menderu. Ternyata dia pengalaman sekali dalam french kiss.

Kami berciuman 5 menit lamanya dan dia mulai membuka sweternya sedang aku membuka jaket kulitku dan kami jadikan alas hingga tiada benang sehelaipun yang melekat di tubuh kami berdua. Sungguh indah tubuhnya, dengan ukuran payudara 36B dan belum turun kuanggap sangatlah sempurna. Dalam keadaan berdiri, kulumat bibirnya dan mulailah turun ke tengguk hingga payudaranya dengan puting yang merah muda, “Seperti masih ABG saja,” pikirku. Kulumat yang kanan dan kupiin-pilin yang kiri membuat suaranya, “Hmm.. ach.. hmm.. sppt.. Ryan teruskan Ryan.. aacch, enak Ryan..” Kepalaku pun ditekannya ke dadanya, tak kupedulikan dia, kuhisap, kugigit-gigit kecil putingnya hingga ia makin menjambak rambutku. Dengan jenggot yang baru kucukur 2 hari yang lalu kugesek-gesekan daguku di gunung kembarnya. “Oooh Ryan.. please masukin dong.. sstt..” Tak kupedulikan ocehannya hingga kulumat perutnya, pusarnya dan akhirnya sampailah di gundukan surga dunia, sungguh indah.

Mataku terbelalak ternyata tidak ada sehelai rambutpun di sekelilingnya, harum dan wangi yang khas. Wajahnya yang cantik tersenyum manis padaku, kuturunkan wajahku sambil terus menjulurkan lidah di permukaan perutnya terus turun dan sampai di daerah yang paling kusukai, wangi sekali baunya. Tak perlu ragu. “Ohh.. apa yang akan kau lakukan.. akh..” desahnya sambil memejamkan mata menahan kenikmatan yang dirasakannya.

Beberapa saat kemudian tangannya malah mendorong kepalaku semakin bawah dan, “Nyam-nyam..” Nikmat sekali kemaluan Henny. Oh, bukit kecil yang berwarna merah merangsang birahiku. Kusibakkan kedua bibir kemaluannya dan, “Creep..” ujung hidungku kupaksakan masuk ke dalam celah kemaluan yang sudah sejak tadi becek. “Aaahh.. kamu nakaal,” jeritnya cukup keras. Terus terang kemaluannya adalah terindah yang pernah kucicipi, bibir kemaluannya yang merah merekah dengan bentuknya yang gemuk dan lebar itu membuatku semakin bernafsu saja. Secara bergantian, kutarik kecil kedua belah bibir kemaluan itu dengan mulutku. “Ooohh lidahmu.. ooh nikmatnya Ryan..” lirih Henny. “Ryan, udah dong Ryan masukin aja.. Ryan oohh.. aku udah nggak tahan nich, please setubuhi aku..” pinta Henny lirih. Tanpa banyak mulut kumasukkan batang kemaluanku yang panjang dan tegak itu, dia tersentak, “Ach pelan dong Say.. sstt..” Kugenjot dengan penuh perasaan, sementara tanganku tidak tinggal diam, kupilin-pilin puting susunya yang mungil.

Hanya sepuluh menit setelah itu goyangan tubuh Henny terasa menegang, aku mengerti kalau itu adalah gejala orgasme yang akan segera diraihnya. “Ryann.. aahh.. aku nggaak.. nggak kuaat aahh.. aahh.. oohh..” desahnya tertahan. “Tahan Hen.. tunggu saya dulu ngg.. ooh enaknya.. tahan dulu.. jangan keluarin dulu..” Tapi sia-sia saja, tubuh Henny menegang kaku, tangannya mencengkram erat di pundakku, dadanya menjauh dari wajahku hingga kedua telapak tanganku semakin leluasa memberikan remasan pada buah dadanya. Aku sadar sulitnya menahan orgasme itu, mungkin karena lamanya ku-oral kemaluannya yang enak itu.

“Ooo.. ngg.. aahh.. Ryan sayang.. Ryan.. ooh enaak.. aku kelauaar.. oohh.. oohh..” teriaknya panjang mengakhiri babak permainan itu. Aku merasakan jepitan kemaluannya di sekeliling burungku mengeras dan terasa mencengkram erat sekali, sementara itu batang kemaluanku masih tegak berdiri sedangkan dia sudah 4 atau 5 kali orgasme.
“Ryan, ayo dong Say aku udah nggak tahan nich.. Ryan keluarin dong.. aku hisap aja ya, biar cepat keluar..” Tanpa kusuruh dia sudah melumat dan menyedot kemaluanku.
“Astaga..” kurasakan tekanan dari dalam batangku sepertinya akan keluar. “Hen.. Hen.. stop Hen.. aku mau keluar nich..” desahku tertahan.
“Ya udah Ryan, masukin aja ke memekku.. aku juga ingin merasakan pejumu membajiri memekku.. aku kangen, udah lama nggak ada yang membanjiri memekku dengan peju..” balas Henny dengan nada manja dan sedikit genit.
“Aach.. Hen, aku mau keluar nich Hen.. ach.. achh..” aku lemas lunglai tak berdaya di atas tubuh Henny yang sexy itu.
“Makasih ya Ryan..” Kamipun tertidur dan aku terkejut ketika terbangun sudah pukul 04:00, untung saja tidak ada yang memergoki perbuatan kami. Setelah merapikan diri, kamipun kembali di kursi masing-masing dan kami berjanji akan bertemu kembali di kota, kebetulan kami satu kota. Sampai saat ini kamipun masih sering berhubungan dengan komitmen kebebasan yang menghargai serta menjunjung seks yang sehat.

Tamat
READ MORE - Birahi Ditengah Samudera

7/24/2011

Mbak Ida Istri Pelayar

Suatu sore ketika aku sedang di Delta plaza buat beli beberapa kebutuhan sehari-hariku dan kebutuhan mandi. Saat itu aku memasuki plaza itu dengan santainya karena aku memang tidak terburu-buru, dan aku memasuki salah satu swalayan disitu dan memilih-milih barang kebutuhanku, dan setelah selesai aku pergi ke kasir dan antri disitu.. Dan emang lumayan panjang antriannya karena malam minggu.

Karena agak bosan antri maka aku tengok kanan kiri dan depan belakang kayak orang kampung. Ketika kuperhatiin di depanku ternyata seorang ibu-ibu yang membawa banyak belanjaan di keranjang belanjanya, dan nampaknya dia agak keberatan. Ketika kuperhatiin lebih lanjut ternyata dia lumayan menarik walaupun badannya agak over weight. Dari wajahnya kuperkirakan sekitar umur 35 tahun, tingginya sekitar 158 dan beratnya sekitar 65 kg. Kuperhatiin payudaranya sekitar 34C wah? Gede banget? Sampai terbayang pikiran kotor di otakku yang emang ngeres. Posisi dia yang berdiri agak menyamping jadi aku bisa puas memandanginya dari samping dan ketika dia menengokku (mungkin merasa di perhatiin) dan matanya bentrok dengan mataku dan dia tersenyum padaku hingga aku agak malu karena kepergok memandanginya sebegitu detail.

Pada saat giliran wanita di depanku dia mengangkat barang-barang belanjaannya dan salah satu barang belanjaannya jatuh secara otomatis aku menangkapnya dan ternyata dia juga berusaha menangkap barang tersebut sehingga walaupun barang itu terpegang olehku ternyata terpegang juga oleh tangannya sehingga kami seolah-olah bergandengan tangan.

“Maaf Mbak,” kataku agak malu karena menyentuh tangannya yang halus dan hangat itu.
“Enggak apa-apa kok Dik, terima kasih telah membantu menangkap belanjaan saya yang jatuh” jawabnya sambil tersenyum.

Kemudian dia melanjutkan aktifitasnya dengan kasir, setelah selesai semua dia keluar dan menoleh kepadaku sambil menganggukan kepalanya kepadaku dan bibirnya tersenuym manis. Dan akupun menganggukkan kepala sambil tersenyum.

Setelah selesai belanja kemudian aku jalan agak santai menuju pintu keluar, ternyata di loby wanita itu masih berada di loby tersebut dan disampingnya banyak belanjaannya, kemudian aku lewat di depannya dengan cueknya dan pura-pura nggak mengenalinya.

“Ech, Dik” kata wanita itu sambil mengejarku.
“Iya Mbak, ada apa.. Ech.. Ini Mbak yang tadi yaa” kataku.
“Iya Dik, adik mau Bantu Mbak nggak Dik” tanya wanita itu.
“Kalau saya bisa membantu Mbak dengan senang hati saya Bantu Mbak. Och ya, nama saya Dony..” kataku sambil mengulurkan tanyaku.
“Saya Ida,” kata wanita itu sambil mengulurkan tangannya.
“Apakah yang bisa saya Bantu Mbak” tanyaku.
“Itu, barang-barang Mbak kan banyak jadi bingung bawanya ke mobil Mbak, jadi kalau bisa minta tolong ama Dik Dony buat bantuin Mbak angkat barang-barang Mbak ke mobil. Itupun kalau Dik Dony enggak keberatan” kata wanita itu sambil tersenyum tetapi tatapannya penuh permohonan.
“Oh, gitu, kalau cuma gitu sih gampang soalnya barang-barang saya cuma dikit jadi enggak masalah kalau cuma Bantu Mbak” jawabku sambil mendekati barang belanjaan Mbak Ida.
“Terima kasih sebelumnya lho Dik Dony, Mbak telah merepotkan” kata Mbak Ida agak kurang enak.
“Enggak apa-apa kok Mbak biasa. O.. Ya.. Mobil Mbak di sebelah mana” tanyaku.
“Disana itu” kata Mbak Ida sambil menunjuk mobil Suzuki baleno warna hitam metalik.

Kemudian kami jalan bareng menuju ke mobil tersebut dan aku mengakat barang-barang belanjaan mabk Ida, lumayan berat sih, tapi demi Mbak yang menarik ini aku mau. Setelah meletakkan seluruh barang belanjaan Mbak Ida kemudian aku pamit pergi.

“Terima kasih lho Dik Dony, telah bantuin Mbak. O.. Ya. Dik Dony rumahnya dimana” tanya Mbak Ida.
“Rumah saya di jl. M” jawabku pendek sambil memandang tubuh Mbak Ida yang sexy itu.
“Kalau gitu kita barengan aja pulangnya, soalnya Mbak rumah di perumahan G jadi kan dekat” ajak Mbak Ida.
“Enggak usah Mbak ntar ngrepotin Mbak ajak” tolakku dengan halus.
“Gak ngrepotin kok, Mbak malah senang kalau Dik Dony mau bareng ama Mbak soalnya jadi ada yang diajak ngobrol waktu nyetir” katanya sambil memintaku masuk ke mobil.

Kemudian aku masuk dan setelah dijalan kami mengobrol banyak, ternyata Mbak Ida sudah punya suami dan seorang anak laki-laki berumur 4 tahun. Dia cerita bahwa suaminya seorang pelayar jadi pulangnya 6 bulan sekali bahkan terkadang setahun sekali dan dia tinggal dirumah dengan anak dan pembantunya.

“Mampir ke rumah Mbak dulu ya Dik Dony, nanti biar Mbak anterin Dik Dony kalau sudah bawa barang-barang kerumah” kata Mbak Ida dan aku hanya mengangguk.

Ketika memasuki gerbang rumahnya dan kulihat sebuah rumah yang sangat mewah. Dan akupun membawa barang-barang Mbak Ida ke dalam rumahnya, kemudian aku dipersilahkan duduk di ruang tamu.

“Dik Dony mau minum apa” tanya Mbak Ida.
“Enggak usah Mbak, lagian bentar lagi kan saya pulang” jawabku.
“Minum dulu deh sambil kita ngobrol, Mbak sudah lama nggak ada teman ngobrol. Mau susu dingin” tanya Mbak Ida.
“Boleh” jawabku singkat.
“Sambil nunggu minuman Dik Dony nonton aja dulu” katanya Mbak Ida sambil mengambil remote TV dan menyerahkannya padaku dan kemudian dia pergi kebelakang untuk mengambil minum buatku.

Ketika kuhidupkan TV ternyata otomatis ke dvd dan filmnya ternyata film semi porno. Cuek aja aku nonton, enggak kusadari ternyata Mbak Ida lama mengambil minuman dan akupun asyik nonton film semi porno tersebut.

“Suka nonton gituan ya Dik,” tanya Mbak Ida mendadak sudah berada dibelakangku.

Aku tersentak kaget dan malu, lalu kumatiin TV-nya. Kulihat Mbak Ida sudah ganti pakaiannya, sekarang mabk Ida memakai celana pendek dan you can see. Sehingga nampak pahanya yang putih mulus dan ternyata dia tIdak memakai bra sehingga nampak putingnya membayang di balik you can see nya tersebut.

“Ech, enggak usah di matiin, Dik Dony kan sudah besar ngapain malu nonton gituan. Mbak juga suka kok nonton film gituan jadi baiknya kita ngobrol sambil nonton bareng” kata Mbak Ida.

Lalu kuhidupkan lagi TV tersebut dan kami mengobrol sambil nonton film tersebut, ketika kuperhatiin ternyata nafas Mbak Ida nampak nggak teratur, nampaknya Mbak Ida sudah menahan hornynya. Dan Mbak Ida merapat ketubuhku sambil tangannya meremas tanganku. Kemudian dia berusaha menciumku dan aku berusaha menghindar.

“Jangan Mbak” kataku.
“Kenapa Dik, apa Mbak sudah terlalu tua sehingga nggak menarik lagi buat Dik Dony” kata Mbak Ida.
“Bukan gitu Mbak, Mbak sih cantik dan sexy, lelaki mana seh yang enggak tertarik ama Mbak. Tapi kan Mbak sudah punya suami dan nanti kalau di lihat ama pembantu Mbak kan enggak enak,” jawabku.
“Ah.. Suami Mbak sudah 8 bulan nggak pulang sehingga Mbak kesepian, Dik Dony mau kan nolong Mbak buat ilangin kesepian Mbak. Sedangkan pembantu Mbak sedang dilantai atas main-main ama anak Mbak” kata Mbak Ida.

Tanpa menjawab kubalas ciuman Mbak Ida dengan lembut dan tanganku mulai bermain dibalik baju Mbak Ida sehingga tanganku bisa meremas-remas lembut payudara Mbak Ida yang besar dan sexy tersebut. Nafas Mbak Ida semakin nggak beraturan dan mulutnya mulai mendesis-desis ketika lIdahku sudah bermain di bagian leher dan telinga Mbak Ida.

“Kita ke kamar Mbak yuk” kata Mbak Ida.

Kemudian kami berjalan menuju kamar Mbak Ida. Sesampai di kamar Mbak Ida, Mbak Ida langsung menerkamku dan menciumiku, dan akupun nggak kalah sigapnya. Kuciumi seluhur leher Mbak Ida dan telinganya dan tak lupa lIdahku bermain di leher dan telinganya sedangkan tanganku meremas, mengelus payudara Mbak Ida dan semakin kebawah.

Kemudian kubuka baju Mbak Ida, wah.. ternyata tubuhnya sangat sexy dengan sepasang payudara yang besar berukuran 34 C dan masih kencang dan nggak nampak kalau Mbak Ida pernah melahirkan seorang anak. Payudaranya yang mengacung ke atas dengan sepasang puting yang berwarna merah kehitaman. Kemudian kuciumin payudara Mbak Ida, kuisap putingnya dan kugigit-gigit kecil sehingga Mbak Ida mengluh dan mendesis menahan nikmatnya kenikmatan yang kuberikan.

Kemudian setelah puas dengan payuadaranya kemudian kubuka celana pendek Mbak Ida, dan nampaklah sebuah lebah mungil yang indah dan ditumbuhi dengan bulu-bulu yang hitam dan halus. Kucium lembah tersebut sampai Mbak Ida tersentak kaget, aku nggak peduli, kemudian kujilati klitorisnya yang berwarna hitam kemerah-merahan. Mbak Ida menjerit-jerit menahan kenikmatan dan tak lama kemudian air mani Mbak Ida membanjir keuluar dari dalam liang vaginanya. Mbak Ida terkulai lemas.

“Apa yang kamu lakukan sayang. Suami Mbak nggak pernah memperlakukan Mbak seperti ini. Dik Dony emang luar biasa” kata Mbak Ida.

Kemudian aku melanjutkan lagi kegitatan lIdahku di sekitar leher dan telinga sedangkan kedua tanganku berada di kedua payudara Mbak Ida yang sangat sexy itu. Mbak Ida mulai menggeliat-geliatkan tubuhnya karena menahan kenikmatan yang tIdak tertahankan olehnya. Tangan Mbak Ida merengut bajuku hingga lepas dan kemudian membuka celana panjangku sehingga aku hanya memakai celana dalam saja. Mr P ku yang sudah tegang nongol dari celana dalamku karena emang Mr P-ku kalau sedang tegang selalu nongol dari balik celana dalam karena celana dalamku nggak muat buat menampung besar dan panjangnya Mr P-ku. Mbak Ida terbelalak melihat Mr P-ku yang nongol dari balik celana dalamku dan kemudian dia membuka celana dalamku sehingga rudal andalanku ngacung di depan mata Mbak Ida yang memandangnya dengan bengong.

“Wah.. kok besar banget Dik Dony, punya suami Mbak aja enggak sebesar ini dan jauh lebih kceil” kata Mbak Ida sambil mengelus Mr. P ku.

Kemudian lIdahku sudah bermain di payudara Mbak Ida dan Mbak Ida sudah menjerit-jerit keenakan dan tangannya mengocok-kocok rudalku. Kemudian aku mulai alihkan perhatianku ke Vagina Mbak Ida dan kujilati vagina Mbak Ida sehingga Mbak Ida seperti kejang-kejang menerima serangan lIdahku pada vaginanya. Kumasukkan lIdahku ke liang vagina Mbak Ida yang sudah banjir kembali itu.

“Sudah donk sayang, jangan siksa Mbak. Cepat masukan punyamu sayang” kata Mbak Ida memohoin karena sudah nggak tahan menahan rangsangan yang kuberikan.

Tanpa perintah dua kali kemudian kuarahkan rudahku ke liang vagina Mbak Ida, ternyata nggak bisa masuk, lalu ku gesek-gesekan kepala rudalku buat penetrasi supaya rudalku bisa masuk ke liang kemaluan Mbak Ida. Setelah kurasakan cukup penetrasinya kemudian kumasukan rudalku ke liang senggamanya. Kepala rudalku sudah masuk ke liang vaginanya ketika kucoba buat masukkan semuanya ternta nggak bisa masuk karena liang vagina Mbak Ida sangat sempit buat rudalku yang berukuran 17 cm dan berdiameter 4 cm.

Lalu kukeluar masukan perlahan-lahan ke[ala rudalku dan kemudian kutekan agak paksa rudalku supaya masuk ke dalam liang vagina Mbak Ida. Kulihat wajah Mbak Ida meringis aku jadi nggak tega maka kuhentikan gerakan rudalku dan mulutku mulai beraksi lagi di seputar dada Mbak Ida sehingga Mbak Ida mendesah-desah keras. Lalu kucoba memasukan rudalku dan ternyata bisa masuk ¾ bagian dan kemudian kugerakan keluar masuk dan itu ternyata mebuat Mbak Ida kelimpungan dan mulutnya menjerit-jerit nikamat dan kepalanya di geleng-gelengkan kekiri dan ke kanan sedangkan tangannya mencengkeram pinggiran kasur.

Lalu ketekan rudalku lebih keras hingga amblas ke liang vagina Mbak Ida dan sampai menyentuh dinding rahim Mbak Ida. Kemudian ku gerakan keluar masuk di liang vagina Mbak Ida, Mbak Ida berteriak-teaik keras ketika ku gerak-grwakkan rudalku dengan cepat dan tak lama kemudian kurasakan ada jepitan yang keras dari liang vagina Mbak Ida dan tubuh Mbak Ida mengejang dan terasalah semburan hangat pada kepala rudalku dari liang vagina Mbak Ida. Mbak Ida terkulai lemas setelah menikmati orgasmenya tersebut. Tanpa kucabut rudalku dari liang vagina Mbak Ida kemudian ku pelutk tubuh Mbak Ida yang montok dan kucium keningnya.

“Hebat kamu Dik, aku baru sekali ini menikmati kenikmatan yang luar biasa” kata Mbak Ida sambil memandangku dengan kagum, karena aku belom keluar keringat sedikitpun.

Setelah kurasakan Mbak Ida sudah agak pulih nafasnya kemudian ke genjot lagi rudalku dIdalam vagina Mbak Ida. Dan itu berlalu sampai ronde yang ke delapan dengan berbagai gaya yang kami lakukan.

“Kok belum keluar juga sayang, Mbak sudah lemas nih, tolong donk Mbak sudah enggak kuat neh” kata Mbak Ida memintaku buat mengakhiri permainanku.

Tanpa menjawab ku genjot lagi rudalku ke liang vagina Mbak Ida, Mbak Ida hanya bisa menjerit-jerit keenakan saja sambil menggeleng-gelengkan kepala karena sdudah lemas tubuhnya sehingga gerakkannya terbatas.

“Mbak mau keluar lagi nih sayang” kata Mbak Ida.
“Barengan yuk Mbak. Dony juga sudah mau keluar nih. Keluarin dimana” tanyaku sambil menahan nafas karena sudah menahan seluruh cairanku mengalir menuju rudalku.
“Didalam saja” kata Mbak Ida sambil menggoyang-goyangkan pantatnya

Kemudian ku genjot keluar masuk rudalku dengan cepat.

“Oughh.. lebih cepat sayang. Mbak sudah mau keluar nih” kata Mbak Ida sambil tubuhnya tegang siap-siap merasakan orgasme yang ke sembilannya.

Kemudian kurasakan liang vaginanya menyempit dan menjepit rudalku sehingga tak tertahankan lagi membanjir keluar seluruh cairan dari dalam tubuhku ke dalam liang vagina Mbak Ida.

“Ouaghh..” jerit Mbak Ida keras, sambil kurasakan ada semprotan hangat di kepala rudalku dari liang vagina Mbak Ida sehingga liang Mbak Ida banjir dengan air mani kami berdua.

Setelah agak lama kemudian kucabut rudalku dari liang vagina Mbak Ida. Lalu kepeluk tubuh Mbak Ida dan kucium jIdatnya dan kemudian aku berbaring disisi Mbak Ida untuk mengatur nafasku yang tak beraturan.

Setelah mandi bareng (satu ronde lagi di kamar mandi) kemudian kami berpakain dan menuju ke ruang tamu.

“Kamu panggil aja Mbak dengan nama Mbak lagian umur kita kan enggak beda jauh” kata Mbak Ida sambil mencium pipiku.
“Iya Mbak. Aku sudah 25 tahun nih” kataku.
“Kamu besok-besok masih mau kan main ama aku” kata Mbak Ida memulai biar lebih akrab.
“Tentu saja sayang. Siapa sih yang enggak mau ama tubuh sexy dan wajah yang manis seperti ini. Emang Ida nggak takut ketauan” kataku.
“Enggak donk. Orang disni sepi banget lagian anakku tidur di kamarnya sendiri jadi ada apa-apa di kamarku kan enggak bakal ketauan” kata Ida sambil mengedipkan mata.
“Oke deh. Kalau begitu aku pulang ke kostku dulu yaa” kataku sambil berdiri.
“Bentar. Kuantar kamu pulang” kata Mbak Ida sambil pergi mengambil kuci mobilnya.

Begitulah sampai sekarang aku hampir tiap malam kerumah Mbak Ida buat memuaskan nafsu Mbak Ida yang lama nggak tersalurkan. Akupun sampai-sampai hampir nggak sempat mengunjungi pacarku.

Tamat
READ MORE - Mbak Ida Istri Pelayar